Thursday, October 15, 2009

TUMBUH KEMBANG KEBUDAYAAN

Tumbuh kembang kebudayaan sangat erat kaitannya dengan tingkat pemenuhan sumber pangan dan energi bagi masyarakat pengusung kebudayaan yang bersangkutan.
Di jaman kuno, kebudayaan tumbuh dan berkembang mengikuti interaksi manusia dengan sumber pangan. Di masa ini, sumber pangan memegang peranan ganda dengan sekaligus menjadi sumber energi juga. Pola-pola aktifitas produksi, transportasi, komunikasi, rekreasi, edukasi dan administrasi pada masa itu mengikuti takaran ketersediaan sumber pangan masyarakat tersebut.

Jika sumber pangan melimpah, maka masyarakat yang bersangkutan bisa melahirkan kelompok-kelompok yang tidak perlu terlibat dengan aktifitas penyediaan sumber pangan. Ini berarti munculnya spesialisasi di berbagai bidang pekerjaan. Spesialisasi ini akan berujung pada peningkatan pengetahuan serta kedalaman pemaknaan bidang-bidang yang digeluti oleh masing-masing anggota masyarakat tersebut. Pertumbuhan spesialisasi ini akan mendorong kreatifitas masyarakat tersebut di dalam mengembangkan bentuk-bentuk kegiatan produksi, transportasi, komunikasi, rekreasi, edukasi dan administrasi yang lebih maju dan kuat. Pada akhirnya, kebudayaan masyarakat yang bersangkutan akan memunculkan karya-karya besar yang sanggup bertahan menghadapi tantangan ruang dan waktu.

Jika ketersediaan pangan hanya sedikit, maka minim pula kesempatan bagi masyarakat tersebut untuk melahirkan kelompok-kelompok yang tidak terikat dengan kegiatan penyediaan sumber pangan. Dengan demikian, mereka juga tidak punya banyak kesempatan untuk mengembangkan spesialisasi. Minimnya pertumbuhan spesialisasi ini membuat pertumbuhan kebudayaan mereka sangat terhambat karena minimnya potensi kreatif yang bisa muncul di tengah masyarakat mereka. Pada akhirnya, kebudayaan yang bisa mereka kembangkan hanya kebudayaan yang bersifat pragmatis (dibentuk dari hasil kegiatan sehari-hari) dan tidak mencapai tataran abstrak (dibentuk dari hasil perenungan yang mendalam).

Sedangkan di jaman modern, kebudayaan mengalami perkembangan yang sangat rumit. Revolusi industri menghasilkan lonjakan produksi sumber pangan yang diikuti oleh munculnya sumber energi – yang terpisah dari sumber pangan – sebagai salah satu faktor yang memiliki peranan sejajar dengan sumber pangan di dalam menentukan pertumbuhan kebudayaan.

Peluang untuk berkreasi mengembangkan aktifitas produksi, transportasi, komunikasi, rekreasi, edukasi dan administrasi sangatlah besar. Tingkat spesialisasi yang berkembang di dalam masyarakat modern sudah sedemikian jauhnya. Jika pada jaman dahulu seorang tabib bertanggung jawab untuk tindakan pengobatan terhadap berbagai macam penyakit sekaligus melakukan penelitian pengembangan obat-obatan, maka di jaman sekarang ini bahkan tindakan pengobatan saja sudah melahirkan begitu banyak spesialis. Ada spesialis jantung, paru-paru, gigi, kulit dan sebagainya. Di bidang penelitian pengembangan obat juga muncul berbagai macam spesialis, misalnya spesialis farmasi, spesialis mikrobiologi dan sebagainya.

Keuntungan dari tingkat spesialisasi yang sudah sangat tinggi ini adalah bahwa masing-masing spesialis itu akan dengan mudah melakukan observasi terhadap obyek ilmu pengetahuan mereka. Kemudahan dalam melakukan observasi ini pada ujungnya akan memungkinkan para spesialis untuk bisa menyajikan data dan informasi yang sangat akurat sesuai dengan bidang masing-masing. Sedangkan kerugiannya adalah bahwa para spesialis itu tidak akan mampu melakukan analisis yang bersifat terpadu atau lintas bidang ilmu. Ketidakmampuan dalam melakukan analisis yang terpadu ini akan membuat para spesialis itu cenderung menyajikan kesimpulan dan solusi yang mengabaikan hal-hal yang tidak bersangkutan dengan bidang ilmu pengetahuan mereka. Akibatnya, kesimpulan atau pun solusi yang mereka ajukan, jika ingin diterapkan ke dalam kehidupan masyarakat bisa memberi dampak yang berbahaya. Pandangan yang mereka miliki sudah sangat sempit, dan mereka cenderung tidak bisa melihat persoalan secara terpadu. Akibatnya, akan ada banyak faktor penting yang mereka abaikan. Seorang ekonom cenderung menilai persoalan masyarakat dari unsur-unsur yang bisa dinilai dengan uang saja. Ia cenderung mengabaikan faktor-faktor lain yang tidak bisa dinilai dengan uang. Seorang politikus cenderung menilai persoalan masyarakat dari unsur-unsur yang berhubungan dengan kekuasaan saja, ia tidak mampu melihat faktor-faktor lain di luar kekuasaan.

Untuk bisa menarik manfaat yang semaksimal mungkin dari tingkat spesialisasi yang sudah sangt tinggi ini, diperlukan upaya untuk melahirkan orang-orang yang memiliki kegemaran memandang persoalan kemasyarakatan secara terpadu. Kaum generalis ini memiliki keunggulan dalam hal kemampuan mereka untuk menilai persoalan masyarakat secara terpadu. Akan tetapi mereka juga memiliki satu kelemahan mendasar, yakni bahwa mereka tidak menguasai alat analisis yang dikembangkan dalam bidang-bidang spesialis. Dengan demikian, kaum generalis ini perlu untuk didampingi oleh para spesialis yang akan mendukung lewat penyajian data dan informasi yang akurasinya tinggi sehingga kesimpulan yang diambil oleh kaum generalis ini bisa lebih dipertanggungjawabkan validitasnya.
Memang benar, ada masyarakat yang masih harus berkutat dengan urusan sumber pangan dan sumber energi sehingga mereka tidak bisa mengembangkan kebudayaan mereka secara leluasa. Akan tetapi, banyak juga masyarakat yang sudah memiliki kelimpahan pangan dan energi sehingga mereka bisa mengembangkan kebudayaan mereka dengan sangat leluasa. Perkembangan pesat di bidang seni, ilmu pengetahuan dan teknologi telah memunculkan jalur-jalur interaksi yang baru dan sangat banyak di antara berbagai masyarakat. Berbagai dampak dari terbukanya jalur-jalur interaksi ini membuat pola perkembangan kebudayaan secara global menjadi saling mempengaruhi dan terkadang saling berlawanan. Beragam masyarakat di dunia sekarang ini mengalami berbagai macam pertemuan dan juga perbenturan antar kebudayaan yang terkadang membawa hasil yang bermanfaat, namun tak jarang juga merugikan.

Tentu saja, sisi baik dan sisi buruk dari kebudayaan yang mereka kembangkan itu akan selalu ada. Kebudayaan barat yang berlandaskan pada materialisme, walaupun bercabang menjadi kapitalisme dan sosialisme, ternyata menurunkan derajat manusia menjadi sama dengan faktor produksi. Pandangan yang menurunkan derajat manusia ini lalu menimbulkan timbulnya eksploitasi yang berlebihan antar sesama manusia. Sedangkan masyarakat timur memiliki kecenderungan untuk merasa inferior dan secara sembrono menelan tawaran dari kebudayaan barat tanpa menyaringnya terlebih dahulu.

Di sisi lain, kita bisa melihat bahwa pengaruh yang bersifat independen dari kedua sumber ini (yakni sumber pangan dan sumber energi) menjadi semakin nyata di jaman modern. Ketersediaan sumber pangan tanpa disertai kecukupan sumber energi hanya akan membuat aktifitas transportasi, komunikasi dan produksi terhambat. Hasil panen sulit terdistribusi, menghadapi resiko kebusukan dan tidak memberi manfaat bagi masyarakat. Ketersediaan sumber energi tanpa kecukupan sumber pangan hanya akan membuat masyarakat terpusat perhatiannya pada urusan mengejar penghasilan demi mengisi perut saja karena kelangkaan pangan otomatis meningkatkan kompetisi untuk memperoleh bahan pangan. Secara umum, kelemahan dalam penyediaan salah satu sumber tersebut akan berdampak pada minat masyarakat untuk mengembangkan aspek lain dari kehidupan mereka di luar aspek kebutuhan dasar. Jika ketersediaan salah satu dari kedua sumber itu rendah, maka kebudayaan tidak akan banyak berkembang karena kehidupan akan menjadi sangat mahal bagi masyarakat dan konsentrasi masyarakat hanya akan terpusat pada urusan mengisi perut saja. Penyediaan pangan dan energi yang melimpah dalam tingkat harga yang terjangkau oleh masyarakat akan memperbesar peluang lahirnya kalangan-kalangan yang mampu berkonsentrasi menumbuhkan kesenian, filsafat dan iptek di tengah lingkungan masyarakatnya. Jika aktifitas kemasyarakatan seperti produksi, transportasi, rekreasi, edukasi, komunikasi dan administrasi bisa ditopang oleh ketersediaan pangan dan energi yang cukup, maka kebudayaan tersebut akan mudah didukung dan dikembangkan oleh masyarakat yang bersangkutan.

Memang ada beberapa kasus di mana suatu negara tetap bisa mengandalkan ketersediaan sumber pangan mereka dari pasokan luar negeri, seperti yang terjadi dengan Singapura dan Swiss. Akan tetapi tidak banyak negara yang bisa menjalankan hal tersebut. Keunggulan kedua negara ini di bidang perdagangan dan investasi membuat mereka mampu untuk mencukupi kebutuhan pangan mereka lewat cara membeli. Faktor penting lainnya yang membuat kedua negara ini mampu menjalankan praktek seperti itu adalah karena kecilnya wilayah mereka serta sedikitnya jumlah penduduk mereka. Mereka tidak akan kesulitan untuk mencari penjual yang mampu memenuhi kebutuhan pangan mereka yang jumlahnya tidak terlalu besar. Negara-negara lain yang cukup mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya dengan cara membeli pada umumnya adalah negara-negara yang kaya sumber minyak bumi, karena besarnya penghasilan yang mereka terima dari penjualan minyak bumi itu. Jika praktek tersebut dijalankan oleh negara dengan wilayah yang luas, berpenduduk banyak namun pendapatannya tidak banyak, hasilnya adalah bom waktu yang setiap saat bisa meledak mencelakakan bangsa itu sendiri.

Namun penyediaan pangan dan energi ini tentu saja harus ikut mempertimbangkan faktor kompetisi. Beragam masyarakat di dunia ini telah mengembangkan banyak pemikiran dan kebudayaan yang khas milik mereka dan sedang gencar dipromosikan ke seluruh dunia. Di antara semua itu, maka yang paling gencar berpromosi dan juga paling tinggi kemampuan kompetitifnya adalah masyarakat barat yang mengusung budaya serta paham kapitalisme. Dengan mengandalkan kapitalisme, masyarakat barat terbukti mampu menghasilkan pangan dan energi secara massal dan murah. Potensi paham kapitalisme tidak boleh dipandang enteng karena paham ini sudah terbukti mampu menopang kehidupan masyarakat barat sebagai masyarakat pengusung budaya yang dilandasi oleh paham ini. Dan realitas yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah kondisi di mana jaring-jaring kapitalisme sudah menerobos jauh ke dalam berbagai sendi kehidupan masyarakat Indonesia, baik dalam bentuk kelembagaan maupun dalam bentuk pola pikirnya. Diperlukan penyikapan yang arif terhadap produk kompetitif dari masyarakat kapitalis karena jika kita menawarkan sesuatu hal kepada masyarakat, lantas tawaran kita itu mampu disaingi atau bahkan dikalahkan oleh penawaran dari pihak lain, maka kita tidak boleh begitu saja menyalahkan masyarakat jika mereka berpaling ke pihak yang – menurut pandangan mereka – memberi penawaran lebih baik.

No comments:

Post a Comment