Saturday, September 12, 2015

MENDANAI PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

Dalam kondisi perekonomian global yang sedang mengarah ke resesi, banyak negara berkembang yang semakin kesulitan untuk memperoleh sumber dana bagi pemanfaatan SDA-nya dan Indonesia tidak luput dari kesulitan ini. Pihak yang paling banyak dilirik untuk mengatasi persoalan sumber dana serta teknologi untuk pengelolaan SDA adalah pengusaha asing. Dengan kekuatan modal dan teknologinya, pengusaha asing relatif mampu untuk segera memulai proyek penggarapan SDA di suatu negara. Yang menjadi persoalan bagi Indonesia, jika mengandalkan pengusaha asing, adalah kebiasaan yang berlaku dalam kontrak penanganan SDA. Masa kontrak yang mereka inginkan mencakup jangka waktu yang lama. Mengingat bahwa periode 2020 sampai sekitar 2050 Indonesia akan mengalami periode yang diwarnai oleh fenomena bonus demografi, maka kontrak jangka panjang dengan pengusaha asing dalam penanganan SDA akan beresiko memasung kapasitas bangsa sendiri di dalam periode yang seharusnya menjadi masa puncak produktifitas. Untuk menghindari resiko pemasungan tersebut, ada satu ide yang bisa dikembangkan lebih lanjut oleh berbagai pihak. Prinsip dasar dari ide ini adalah pengembangan bentuk kerjasama langsung antara pemerintah dengan rakyat dalam mendanai pengelolaan SDA secara menguntungkan bagi kedua belah pihak. Mirip dengan upaya suatu perusahaan yang ingin mencari sumber dana bagi pengembangan usahanya, pihak pemerintah dapat menawarkan saham dan obligasi murah kepada rakyat dalam proyek-proyek pemanfaatan SDA. Saham diarahkan bagi kalangan rakyat yang sudah menjadi wajib pajak. Pembelian saham dapat diartikan sebagai pembayaran pajak yang alokasinya ditentukan sendiri oleh para wajib pajak. Jumlah setoran pajak yang boleh dikonversi menjadi saham proyek mungkin perlu dibatasi dalam persentase tertentu dari total setoran pajak dalam satu masa. Semakin besar setoran pajak berarti semakin kecil persentase setoran pajak yang dapat dikonversi menjadi saham proyek. Dengan kata lain, pengusaha besar hanya boleh mengkonversi sedikit setoran pajaknya menjadi saham proyek, sedangkan pengusaha kecil dan individu berpeluang mengkonversi sebagian besar atau bahkan seluruh setoran pajaknya menjadi saham proyek. Hal ini untuk memberi kesempatan lebih besar bagi kalangan usaha kecil serta individu dalam menikmati hasil investasi. Di samping itu, pengaturan porsi konversi juga bermanfaat untuk tetap menjaga keleluasaan pemerintah dalam mengelola anggaran yang bersumber dari pajak. Menyetor pajak untuk berinvestasi secara langsung akan menjadi ide yang menarik bagi wajib pajak. Pihak BUMN yang terkait dengan SDA, sebagai kepanjangan tangan pemerintah dalam pengelolaan sumber alam, akan memperoleh sumber dana yang luar biasa dari dalam negeri. Pengawasan tidak perlu melibatkan lembaga-lembaga audit yang mahal karena sudah tersedia berbagai lembaga pengawasan pelat merah yang selalu memantau BUMN. Sedangkan dividen dari proyek dapat diatur untuk dikenakan pajak atau bebas dari hitungan pajak, bergantung pada pertimbangan pemerintah Bagi anggota masyarakat yang belum menjadi wajib pajak, tersedia obligasi pemerintah untuk proyek-proyek penggarapan SDA yang menjanjikan hasil berupa pembayaran dari pemerintah. Para wajib pajak yang berminat terhadap obligasi proyek juga boleh ikut membelinya. Walaupun obligasi proyek tidak diarahkan sebagai pengurang pajak, kalangan usaha besar - karena porsi konversi saham mereka rendah - akan berminat untuk membeli obligasi proyek jika kalkulasi hasilnya menarik. Pemerintah memiliki segala sumber daya yang dibutuhkan untuk menyusun dan menerbitkan kedua bentuk produk keuangan ini. Dalam hal teknologi, pemerintah bisa memilih untuk memakai teknologi bangsa sendiri atau membelinya dari luar negeri. Dan bentuk kerjasama langsung antara pemerintah dengan rakyat ini bisa saja diperluas ke bidang-bidang yang lain yang berpotensi untuk memperoleh perlakuan yang sama. Hal yang dibahas dalam tulisan ini hanya berupa ide dasar. Jika kerjasama saling menguntungkan antara pemerintah dengan rakyat dapat terwujud, maka kebiasaan untuk melirik investasi asing dalam pengelolaan SDA akan berkurang. Celaka jika generasi yang menjadi bonus demografi memperoleh warisan negeri yang sudah dijual habis oleh generasi pendahulunya.