Friday, June 20, 2008

BANGSA YANG BERBUDI LUHUR

Bangsa Yang Berbudi Luhur

Harga minyak dunia melambung tinggi! Harga bahan pangan melambung tinggi! Harga bahan-bahan tambang lain ikut melambung juga! Banyak bangsa yang kalang kabut akibat melambungnya harga-harga tersebut. Mesir rusuh, Filipina rusuh. Bangsa-bangsa yang tidak memiliki kekayaan alam sangat sengsara oleh krisis harga-harga ini.

Bangsa-bangsa yang terlibat dalam kongsi OPEC sebagian besar menikmati keuntungan yang berlimpah ruah. Bangsa-bangsa yang menjadi pengekspor pangan utama di dunia juga ikut menikmati keuntungan yang besar, walau tidak sebesar keuntungan dari minyak. Dari segi kekayaan alam, Indonesia berada di wilayah yang memiliki berbagai macam bahan tambang yang dibutuhkan oleh dunia dan menjadi salah satu pengekspor utama untuk beberapa jenis bahan tambang. Dalam hal kesuburan tanah, Indonesia terletak di lokasi yang sangat menjamin tingginya kesuburan tanah. Wilayah kepulauan tropis yang dilalui oleh jalur-jalur pegunungan berapi aktif dan relatif jauh dari jangkauan badai-badai.

Ini semua adalah potensi yang tentunya menjamin bahwa bangsa Indonesia tidak akan ikut menderita oleh dampak kenaikan harga-harga di dunia. Dengan segala keunggulan itu, bangsa Indonesia ternyata memilih untuk bersikap rendah hati. Bangsa kita memilih untuk ikut menderita bersama dengan bangsa-bangsa lain. Memang benar bahwa kita memiliki potensi bahan-bahan tambang yang sangat luar biasa. Akan tetapi hal itu tidak membuat kita menjadi egois dan serakah. Pengelolaan tambang-tambang yang sangat bernilai itu diserahkan kepada perusahaan-perusahaan asing. Dan mereka boleh menikmati keuntungan besar sambil menyisakan ampas berupa kerusakan lingkungan bagi kita. Dan kita tinggal di wilayah yang sangat subur serta aman dari ancaman badai. Namun demikian, semua itu tidak lantas membuat bangsa Indonesia menjadi tinggi hati lalu berkeras mau mengandalkan diri sendiri saja. Lahan-lahan pertanian yang subur itu kita jual kepada para investor dalam dan luar negeri. Mereka lalu membangun banyak pabrik. Sesudah itu, mereka menjadikan anak bangsa ini sebagai buruh dengan upah yang sekedar cukup untuk menutupi utang di warung selama setengah bulan, seperempat bulan, atau bahkan selama awal bulan saja. Dan karena lahan-lahan subur kita sudah menjadi areal pabrik, maka kita perlu membeli makanan dari luar negeri.

Kemudian harga minyak, bahan pangan dan bahan tambang meroket tinggi. Bangsa Indonesia, yang sudah menyerahkan tambang-tambang ke tangan perusahaan asing dan mengubah lahan pertanian menjadi kawasan industri berisi kaum buruh yang berupah nyaris cukup, dengan sukarela memilih untuk ikut menderita bersama bangsa-bangsa miskin yang tercekik oleh permainan kaum kapitalis global ini. Apakah bangsa lain, jika memiliki potensi tambang yang kaya serta kesuburan tanah yang luar biasa, berani menyerahkan semua potensi itu ke tangan bangsa-bangsa asing lalu memilih untuk menjadi kuli miskin di negeri sendiri? Tidak berani! Hanya bangsa Indonesia yang berani menempuh pilihan itu. Hanya bangsa Indonesia yang memiliki potensi untuk menjadi bangsa yang kuat dan kaya akan tetapi memilih untuk menjadi kuli miskin di negeri sendiri demi menopang kemewahan kaum kapitalis global.

Ini memang suatu pilihan yang sangat sulit. Akan tetapi bangsa Indonesia ternyata mau dan mampu menjadi kuli miskin di negeri sendiri demi kesejahteraan bangsa-bangsa lain.

Nah, dari uraian di atas, kita bisa melihat betapa luhur budi bangsa Indonesia, bangsa kita, ini. Kita tidak serakah dengan kekayaan dan kesuburan negeri kita. Kita rela ikut menderita bersama bangsa-bangsa lain yang tercekik oleh sistem ekonomi kapitalis global. Bangsa-bangsa lain tidak punya cukup nyali untuk mengambil pilihan seperti ini.

Demikianlah esai saya, kampretable, mengenai bangsa yang berbudi luhur ini dan saya berjanji untuk tidak membuat esai semacam ini lagi.

Friday, June 13, 2008

DEMOKRASI dan ANGKA

Demokrasi dan Angka
Demokrasi adalah sistem yang mendapat banyak pujian dan sangat dianjurkan oleh banyak orang pandai untuk diterapkan bagi setiap negara. Sistem ini mengandalkan hitung-hitungan suara untuk sampai pada suatu keputusan. Demokrasi ini sangat menarik karena dengan mengejar jumlah suara tertentu di dalam suatu acara pemungutan suara, maka kita bisa memenangkan suatu kepentingan yang kita perjuangkan. Dalam demokrasi, setiap warga negara dianggap memiliki hak untuk ikut menyuarakan sikap atas persoalan-persoalan dan keputusan-keputusan penting negaranya. Hak itu diwujudkan dalam suatu acara pemungutan suara. Setiap orang yang memiliki hak pilih dianggap tahu bagaimana menyuarakan aspirasinya lewat penyaluran hak pilihnya. Seorang warga negara bebas untuk memilih partai atau individu yang sedang bersaing di pentas pemilihan calon penguasa. Jika dia mendapati bahwa semua calon yang tampil tidak sesuai dengan sikap politik dan aspirasinya, maka dia juga bebas untuk tidak memilih siapapun. Demikianlah ajaran yang sering kita dengar dari para pemikir di bidang ilmu politik mengenai demokrasi. Sangat praktis, tinggal mengumpulkan rakyat, menyuruh mereka memberikan suara, lalu suara itu dihitung, maka kita sudah bisa mendapatkan keputusan. 
Apakah pemilih memang benar-benar memberikan suaranya berdasarkan sikap politik dan aspirasinya? Para ilmuwan politik tidak begitu peduli akan persoalan ini. Para politikus jelas lebih tidak peduli lagi, sebab bagi mereka jumlah suara lebih penting ketimbang alasan mengapa seseorang memilih mereka. Demokrasi melahirkan pemimpin-pemimpin yang duduk di kursi kekuasaan berdasarkan kemenangan dalam pemungutan suara. Setiap calon yang sedang bersaing untuk duduk di kursi kekuasaan mengerahkan segenap daya upaya untuk bisa mendapatkan angka yang terbesar dari jumlah rakyat yang memberikan suara. Angka yang muncul dari hasil pemungutan suara diharapkan bisa melahirkan pemenang dalam suatu pencalonan. Angka adalah barang ajaib di alam demokrasi. Angka adalah benda ajaib yang menjanjikan kemenangan. Dengan angka, maka demokrasi memiliki dasar untuk menetapkan siapa yang berhak menjadi pemenang. Angka dipilih karena sangat gampang untuk dijadikan bahan perbandingan. Membandingkan angka jelas jauh lebih mudah daripada membandingkan tampang, penampilan, kemampuan atau bahkan bau badan calon penguasa.Peranan angka dalam mengantarkan seorang calon pemimpin menuju ke kursi kekuasaan sangatlah besar.
Setelah para calon itu benar-benar menjadi penguasa, peranan angka pemilih hilang begitu saja. Ketika sedang dalam masa perjuangan untuk bisa menikmati kekuasaan, para calon merayu rakyat habis-habisan agar mau memberikan suara kepada mereka. Sumbangan dan acara hiburan membanjiri rakyat seperti banjir bandang. Janji-janji meluncur seperti rudal jelajah antar benua, dan meledak di benak rakyat sehingga mereka mau memberikan suara kepada para calon penguasa. Setelah berhasil menjadi pemenang, beramai-ramai para penguasa itu mengalirkan uang negara ke kantong pribadi lewat jalur resmi, setengah resmi, seperempat resmi, dan juga lewat jalur yang belum diresmikan. Keahlian mereka, baik yang duduk di lembaga eksekutif maupun legislatif, dalam mengatur aliran uang negara ke kantong pribadi sangat jauh melampaui keahlian seorang insinyur sipil dalam mengatur aliran irigasi sawah. Dalam waktu singkat semua uang segera dicairkan, dan jika masih kurang, masih banyak perusahaan negara yang siap untuk dicairkan. 
Para penguasa yang telah terpilih bebas bertindak tanpa perlu lagi memperhatikan angka pemilih yang pernah mereka perjuangkan itu. Ada angka baru yang lebih penting untuk diperhatikan dan juga dikejar, yakni angka uang. Pihak eksekutif biasanya berusaha agar aliran uang untuk mereka tidak tercium oleh pihak legislatif. Akan tetapi, kalaupun akhirnya tercium juga, karena hidung para legislator sangat peka untuk mencium bau uang, maka diaturlah kesepakatan di antara mereka tentang cara membagi uang. Setiap urusan yang berpotensi untuk menghasilkan banyak uang akan diatur supaya diurus oleh badan-badan bentukan yang pekerjaannya tidak terpantau oleh rakyat. Kasus korupsi yang melibatkan uang besar akan diurus oleh panitia-panitia kecil yang bekerja secara diam-diam dengan hasil kerja yang didiamkan juga. Untuk urusan yang hanya menghasilkan sedikit uang, akan diatur melalui sidang-sidang paripurna berkepanjangan yang akhirnya bisa menghasilkan pembayaran uang sidang yang cukup besar untuk dikantongi.
Dari uraian di atas, kita bisa melihat bahwa demokrasi memiliki daya pikat yang sangat besar karena demokrasi memiliki hubungan yang sangat kuat dengan dua macam angka. Yang pertama adalah angka jumlah pemilih yang merupakan penentu kemenangan seorang calon penguasa. Dan yang kedua adalah angka uang yang secara diam-diam ataupun terbuka sangat diminati oleh para kontestan di kancah kekuasaan. 
Demikianlah esai saya, kampretable, mengenai demokrasi dan angka dan saya berjanji untuk tidak membuat esai semacam ini lagi.

Thursday, June 12, 2008

POTONG GAJI PEJABAT TINGGI?

Potong Gaji Pejabat Tinggi
Dalam rangka menghadapi dampak dari berbagai kenaikan harga berskala dunia pihak pemerintah Malaysia telah mengumumkan keputusan untuk memotong gaji para pejabatnya sebanyak 10%. Keputusan ini merupakan suatu tindakan yang menghasilkan penghematan sekitar 500 jutaan dolar Amerika bagi anggaran belanja Malaysia. Jika dihitung menurut mata uang Indonesia, maka jumlah penghematan itu adalah sekitar 5 trilyun Rupiah. Ini jelas bukan angka yang kecil. Kalau di Malaysia bisa dilakukan tindakan pemotongan gaji bagi para pejabat tingginya, bagaimana dengan kita di Indonesia? 
Tanggapan atas ide pemotongan gaji bagi pejabat tinggi di Indonesia ini sangat beragam. Ada yang sangat setuju jika gaji para pejabat tinggi itu dipotong. Ada yang kurang sependapat, dan berpikir bahwa yang lebih perlu untuk dilakukan adalah menekan angka pemborosan yang diakibatkan oleh korupsi dan pungli. Ada pula yang berpikir bahwa sebaiknya bukan gaji para pejabat tinggi yang dipotong, lebih baik leher mereka itu yang dipotong. 
Demikianlah, dari ide tentang pemotongan gaji pejabat, kemudian muncul ide untuk memotong leher pejabat. Seperti kejadian di wilayah Afrika. ketika terjadi pertikaian antar suku, jumlah korban yang terjadi akibat tindakan potong memotong ini mencapai hampir sejuta orang. Bangsa tetangga yang cukup dekat dengan kita juga pernah melewati masa pemotongan ini dengan jumlah yang mencapai sekitar 2 juta orang. Jika kita cari siapa juara umum dalam urusan potong memotong ini, jawabnya mungkin adalah Hitler, yang berhasil mencemplungkan puluhan juta orang ke dalam ajang perang besar bernama Perang Dunia II. 
Sebagai bangsa timur yang memegang adat ketimuran, tentunya kita tidak ingin acara pemotongan yang semacam itu terjadi di sini. Hal-hal semacam ini jelas-jelas sangat bertentangan dengan nilai-nilai tradisi leluhur kita. Ada sangat banyak alasan yang bisa kita kemukakan untuk menolak terjadinya acara pemotongan yang semacam ini. Lantas bagaimana dengan prestasi bangsa kita dalam urusan potong memotong ini? Tidak kalah mentereng dari bangsa-bangsa lainnya. Bangsa kita sudah berkali-kali menjalankan acara pemotongan ini. Yang paling terkenal adalah peristiwa di sekitar tahun 1965-1966. Pada masa itu, jumlah yang dipotong diperkirakan antara 500 ribu sampai 3 juta orang. Dan acara ini diulangi lagi dalam berbagai kerusuhan yang berlangsung di banyak daerah beberapa tahun yang lalu. Jumlah yang dipotong memang tidak sebanyak di tahun 1965-1966, akan tetapi kita melakukannya disaat bangsa-bangsa lain pada umumnya sudah bergerak meninggalkan acara potong memotong ini. 
Dalam hal gaji para pejabat tinggi, kita tentu saja harus berpikir jernih sebelum mengusulkan sesuatu tindakan terhadap gaji mereka. Bangsa kita belakangan ini dinilai sudah masuk ke dalam kelas bangsa miskin. Sedemikian miskinnya bangsa kita di mata mereka sampai-sampai banyak negara yang merasa berhak untuk mengambil apa saja yang mereka mau dari wilayah kita. Satu demi satu pulau kita mulai hilang. Ada yang berpindah tangan melalui persengketaan hukum, dan bahkan ada yang berpindah tempat secara fisik lewat cara pengerukan. Satu demi satu kekayaan tambang dan hutan kita berpindah ke tangan bangsa asing melalui berbagai macam kontrak yang tidak memberi kita hasil yang layak atas pengambilan dan pengolahannya. Di mata bangsa-bangsa asing, kita ini tak ubahnya seperti bangsa gembel yang lusuh dan melarat. 
Menghadapi situasi dan pandangan yang semacam ini, para pejabat tinggi kita bangkit untuk melawan kesan lusuh dan melarat itu. Mereka bergerak memamerkan kemampuan untuk tampil rapi dan mentereng di mata bangsa-bangsa asing. Dalam hal belanja, mereka punya kelas yang tidak kalah dengan orang-orang kaya dari negara-negara kaya. Nah, untuk menjaga penampilan dan kemampuan belanja itu, mereka memerlukan penghasilan yang sangat tinggi. Dengan uang gaji saja, semua itu tidak akan terpenuhi. Mereka membutuhkan sumber-sumber penghasilan tambahan untuk bisa meneruskan perjuangan tersebut. Salah satu sumber yang paling banyak memberikan hasil bagi mereka adalah apa yang mereka sebut sebagai kesalahan prosedur. 
Demikianlah, melalui perjuangan berat serta lewat berbagai macam prosedur yang benar dan yang salah mau pun yang dipradugakan tidak bersalah, mereka menunjukkan bahwa bangsa ini masih mampu untuk tampil mewah dan parlente. Ini jelas sangat menaikkan citra bangsa kita di mata para pengusaha bangsa asing. Buktinya para pengusaha asing itu berbondong-bondong datang ke Jakarta menawarkan berbagai macam barang mewah kepada para pejabat kita. Di samping itu, bagi para anggota parlemen, mereka juga harus menunjukkan kebaikan hati kepada para pendukungnya. Aksi pamer kebaikan hati ini jelas membutuhkan biaya yang sangat besar pula. Bisa dikatakan bahwa mereka harus menghambur-hamburkan uang untuk menjaga loyalitas para pendukungnya melalui berbagai macam bentuk sumbangan dan acara-acara yang menelan dana cukup besar. Di atas semua itu, para anggota parlemen ini tak lama lagi akan menghadapi masa pemilu, dan itu berarti harus ada penghamburan uang lagi untuk bisa terpilih kembali. 
Agar perjuangan mereka memamerkan kemewahan dan kebaikan hati tidak terganggu, tentunya kita tidak boleh mengganggu apa lagi memotong uang gaji mereka. Pemotongan atas nama apapun terhadap uang gaji mereka hanya akan merusak kemampuan mereka untuk hidup mewah, memberi sumbangan dan menggelar berbagai macam acara hiburan. 
Demikianlah esai saya, kampretable, mengenai masalah pemotongan gaji pejabat tinggi dan saya berjanji untuk tidak membuat esai semacam ini lagi.