Sunday, October 18, 2009

Bajak Laut

Mendengar kata bajak laut biasanya hal yang terbayang di benak kita adalah hal-hal yang menakutkan dan seram. Mungkin ada di antara anda yang justru bergairah membayangkan suasana penuh petualangan adan aksi. Gambaran-gambaran semacam itu memang sangat wajar karena aktifitas bajak laut sangat memicu adrenalin. Mereka memburu kapal-kapal dagang dan sipil lainnya, merampas muatan kapal dan, tidak jarang, menyandera awak kapal korbannya untuk menuntut tebusan bagi pembebasan para awak kapal tersebut.

Dalam menjalankan aksinya, tentau saja, mereka harus siap menerjang berbagai macam resiko. Kapal sasaran bisa saja memiliki awak kapal yang terlatih dan diperlengkapi secara memadai untuk mempertahankan kapal mereka. Belum lagi resiko terlacak dan dikejar-kejar oleh kapal militer. Jatuhnya korban jiwa di pihak sendiri bukanlah hal yang asing bagi kawanan bajak laut ini.

Dalam catatan sejarah, pandangan masyarakat terhadap posisi dan peranan bajak laut cenderung berubah-ubah. Bangsa-bangsa Skandinavia sangat bangga dengan petualangan bajak laut yang menjadi nenek moyang mereka di masa lalu. Kisah-kisah tentang bajak laut Viking yang legendaris menunjukkan bahwa bangsa-bangsa Skandinavia pernah sangat mengagungkan posisi bajak laut. Potensi bajak laut Viking ini bahkan pernah berkembang sampai menjadi pelopor perluasan wilayah kekuasaan mereka. Banyak daerah di Eropa, termasuk kepulauan Inggris, pernah mengalami serbuan dan penjajahan yang dilakukan oleh para petualang Viking ini.

Pada masa yang bersamaan, bahkan sedikit lebih awal dari masa kebangkitan para petualang Viking ini, di wilayah nusantara telah berkembang satu kerajaan yang memakai bajak laut sebagai salah satu alat penopang kemakmurannya. Kerajaan itu adalah Sriwijaya. Kapal-kapal yang lewat di sekitar Sriwijaya akan dicegat dan dipaksa untuk berlabuh di bandar-bandar yang dikuasai oleh Sriwijaya. Jika mereka menolak, maka kapal-kapal itu akan dibajak dan seringkali ditenggelamkan.

Masyarakat jaman kuno memang tidak membuat perbedaan antara bajak laut dengan angkatan laut. Bagi mereka, bajak laut dan angkatan laut itu sama saja karena berada di bawah kendali kerajaan.

Memasuki jaman modern, negara-negara yang memiliki kekuatan maritim mulai meninggalkan aktifitas perompakan. Angkatan laut semakin diarahkan untuk menjadi alat keamanan dan pertahanan negara. Aktifitas perompakan mulai dicap sebagai tindakan kriminal dan bajak laut mulai dikejar-kejar sebagai penjahat.

Hal ini tidak lantas menyurutkan keberadaan bajak laut. Profesi bajak laut terus saja mendapatkan tambahan awak baru dari kalangan masyarakat sipil dan juga desertir dari kalangan militer. Wilayah perairan yang ramai dlalui oleh kapal-kapal sipil selalu diwarnai oleh kehadiran bajak laut ini. Bahkan jika sedang terjadi peperangan, maka negara-negara yang berperang seringkali mengalihkan sebagian kekuatan maritimnya untuk menjadi bajak laut. Bajak laut cap angkatan laut ini bertugas untuk mengacaukan jalur transportasi laut dari negara-negara yang menjadi lawan mereka.

Di mata para pengusaha, aktifitas bajak laut ini jelas sangat meresahkan. Ongkos asuransi bagi kapal sipil yang akan melalui perairan tertentu naik berlipat ganda. Belum lagi jika kapal mereka akhirnya benar-benar menjadi korban bajak laut. Kejengkelan para pengusaha ini mendapat tanggapan dari pihak angkatan laut sedunia. Mereka kemudian memikirkan kemungkinan untuk mengadakan patroli bersama di perairan yang rawan terhadap kehadiran bajak laut. Demikianlah, para bajak laut ini harus menghadapi kenyataan bahwa ruang gerak mereka semakin lama semakin menyusut. Hal yang mungkin setimpal mengingat kerugian yang telah mereka timbulkan terhadap kalangan bisnis.

Namun di luar kerugian yang mereka timbulkan itu, para bajak laut ini ternyata menimbulkan satu dampak yang tak terduga. Dan dampak ini jika dibeberkan mungkin akan sangat mencoreng wajah angkatan laut di banyak negara.

Pencurian ikan adalah hal yang sering dilakukan oleh nelayan dari banyak negara. Angkatan laut seringkali mengalami kesukaran dalam menangani masalah pencurian ikan ini. Nah, keberadaan bajak laut ternyata berdampak mengurangi pencurian ikan di wilayah operasi kawanan bajak laut ini. Kesulitan-kesulitan yang kerap dijadikan alasan oleh pihak angkatan laut, dapat dengan mudah diatasi oleh bajak laut. Mereka mampu mengejar dan menangkap kapal-kapal nelayan asing yang berkeliaran di sekitar mereka.

Tentu saja, para bajak laut ini menangkap nelayan asing bukan untuk diproses verbal. Mereka mengincar harta rampasan dan uang tebusan untuk setiap aksinya. Akan tetapi, para pencuri ikan tetap saja dipaksa untuk berpikir 1000x sebelum beroperasi di wilayah yang dihuni oleh bajak laut.

Perairan Somalia adalah contoh perairan angker yang cenderung dihindari oleh para pencuri ikan. Mereka mencari perairan yang sepi dari kehadiran bajak laut. Indonesia adalah wilayah yang kaya potensi ikan laut dan relatif sepi dari keberadaan bajak laut. Para penjarah ikan inipun berbondong-bondong masuk ke Indonesia.

Prestasi angkatan laut kita dalam menggusur keberadaan bajak laut sangatlah membanggakan. Sedangkan prestasi lembaga yang sama dalam menggusur keberadaan penjarah ikan sangatlah menyedihkan. Nelayan-nelayan asing masih bebas berkeliaran, menjarah ikan dan bahkan merusak habitat ikan di Indonesia. Beragam peralatan yang berpotensi merusak habitat ikan bisa dengan bebas mereka gunakan. Mulai dari pukat harimau, bahan beracun sampai dengan bahan peledak. Nelayan lokal juga tidak mau ketinggalan. Banyak nelayan lokal yang ikut dalam pesta penjarahan ikan dan perusakan habitat ikan di Indonesia.

Kita cenderung lalai dalam menangani persoalan yang menurut kita baru akan menjadi masalah di masa depan nanti. Setelah masalah itu benar-benar menjadi realitas, barulah kita sibuk mengambil jurus-jurus penanganannya. Dan ketika jurus-jurus penanganan itu terbukti gagal, dengan mudah kita akan mengubahnya menjadi jurus-jurus silat lidah.

Mungkin kita perlu menyuburkan keberadaan bajak laut di Indonesia sehingga wilayah laut kita menjadi sama angkernya dengan Somalia di mata para penjarah ikan itu.

Saturday, October 17, 2009

Realitas Kebudayaan Dalam Sejarah Peradaban Manusia

Keberlangsungan kehidupan masyarakat sangat ditentukan oleh dua hal yaitu sumber pangan dan energi. Sadar atau tidak, kebudayaan yang merupakan hasil dari pemikiran dan praktek kehidupan masyarakat itu sebenarnya bertumpu pada interaksi masyarakat dengan sumber pangan dan energi mereka.

Hal ini mestinya bisa kita amati dengan mudah. Akan tetapi persoalan mengenai landasan tumbuh-kembangnya kebudayaan ini bisa menjadi sulit jika makna dari kebudayaan itu dipersempit sehingga hanya mencakup satu segi saja dari kehidupan masyarakat. Jika kita mau membuka pandangan kita dan melihat kebudayaan sebagai wujud dari beragam aktifitas kemasyarakatan, maka kita akan bisa mengamati faktor-faktor yang menjadi landasan dan juga faktor-faktor pembentuk kebudayaan. Di samping itu, dengan sudut pandang yang luas ini, kita juga bisa mewaspadai hal-hal yang mungkin akan membahayakan keberlangsungan suatu kebudayaan.

Untuk mendapatkan kejelasan yang lebih utuh, tidak ada salahnya jika kita coba menggali pemahaman tentang tumbuh kembang kebudayaan berdasarkan fakta-fakta yang bisa kita amati dari catatan-catatan sejarah peradaban manusia.

Jaman Kuno

Pada jaman dulu, mayoritas aktifitas manusia ditenagai oleh kekuatan jasmani manusia itu sendiri dan kekuatan mahluk-mahluk hidup yang telah berhasil mereka domestikasi. Karena manusia dan hewan mengandalkan makanan sebagai sumber kekuatan jasmani mereka, maka kebudayaan mereka lebih didominasi oleh interaksi antar manusia dengan sumber pangan. Dalam hal ini, makanan sekaligus berperan sebagai sumber energi utama bagi aktifitas kemasyarakatan seperti transportasi, produksi, rekreasi, edukasi, komunikasi dan administrasi. Pemanfaatan sumber energi lain di luar tenaga jasmani manusia dan tenaga hewan masih sangat minim. Aliran air dan angin sudah mulai dimanfaatkan sebagai sumber tenaga untuk kepentingan industri skala kecil maupun kegiatan pertanian dalam bentuk kincir untuk penggilingan tepung gandum. Dalam kegiatan pelayaran, manusia juga sudah sejak lama memanfaatkan tenaga angin dengan membangun perahu-perahu layar. Akan tetapi, kegiatan eksplorasi kelautan masih sangat minim di jaman kuno. Untuk transportasi di daratan, mereka bergantung pada tenaga mereka sendiri dan juga tenaga hewan.

Keberlimpahan pangan akan mendorong masyarakat untuk mampu mengembangkan berbagai aktifitas lain di luar kegiatan pengadaan pangan. Aktifitas lain itu mencakup kesenian, pendidikan dan teknologi. Hasrat pada keindahan dan pengetahuan akan lebih mudah untuk disalurkan pada saat perjuangan untuk menyediakan makanan sudah tidak menguras banyak waktu dan tenaga manusia lagi. Kesenian, pengetahuan dan teknologi akan cenderung berkembang pesat pada masa-masa seperti ini.

Produksi pangan yang sedikit otomatis akan membuat sebagian besar anggota masyarakat yang bersangkutan harus terlibat langsung dengan kegiatan pengadaan pangan, dan akibatnya hanya tersisa sedikit orang yang bisa memusatkan perhatiannya pada bidang-bidang lain di luar pengadaan pangan. Kesenian, pengetahuan dan teknologi akan cenderung stagnan atau malah merosot pada masa-masa seperti ini.

Untuk contoh kasus masyarakat jaman dahulu bisa kita lihat pada perbedaan kebudayaan masyarakat menetap dengan masyarakat nomaden.

Di kalangan masyarakat menetap, ketersediaan pangan cenderung tercukupi dan hasil panen cukup mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan anggota masyarakat yang tidak terlibat dengan kegiatan pertanian. Pendidikan dan kesenian bisa berkembang dengan cukup bagus. Ilmu pengetahuan dan teknologi juga ikut menikmati masa pertumbuhan yang cukup bagus. Dari tengah kumpulan masyarakat menetap itu, biasanya muncul kalangan seniman dan cendekiawan yang memajukan seni serta ilmu pengetahuan di tengah masyarakatnya. Jika masyarakat tersebut sanggup mempertahankan keberlimpahan hasil panennya, maka pertambahan jumlah penduduk akan bisa diimbangi oleh ketersediaan pangan. Tingginya angka pertumbuhan penduduk bisa mereka imbangi dengan ketersediaan pangan. Ini membuat masyarakat menetap dapat menumbuhkan lebih banyak cendekiawan dan seniman di tengah kalangan mereka. Dan keunggulan tersebut lebih mempercepat kemajuan ilmu pengetahuan serta teknologi mereka sehingga bisa menghasilkan mesin-mesin perang yang lebih superior dibandingkan masyarakat sekitarnya. Sejarah kerajaan-kerajaan jaman kuno membuktikan bahwa kemajuan seni dan teknologi didominasi oleh peranan dari masyarakat menetap yang punya keunggulan dalam penyediaan pangan secara berlimpah.

Di kalangan masyarakat nomaden jaman kuno, produksi pangan yang bisa mereka hasilkan biasanya tidak begitu banyak. Oleh karenanya, mereka harus mengerahkan sebagian besar anggota masyarakatnya untuk terlibat dalam kegiatan penyediaan pangan. Hanya sedikit orang yang tersisa untuk mengembangkan kesenian dan teknologi serta ilmu pengetahuan. Minimnya ketersediaan pangan ini juga mengakibatkan pertumbuhan jumlah penduduk tidak selalu bisa diikuti oleh ketersediaan pangan. Akibatnya, pertumbuhan jumlah penduduk di kalangan masyarakat nomaden cenderung rendah. Tidak banyak seniman maupun cendekiawan yang bisa mereka lahirkan. Walaupun pada awalnya mereka memiliki keunggulan dalam kecepatan gerak dibandingkan masyarakat menetap. Akan tetapi secara perlahan-lahan mereka tetap kalah oleh superioritas jumlah penduduk dan teknologi masyarakat menetap. Kesenian yang berhasil mereka kembangkan juga tidak memiliki ragam yang luas dan cenderung merupakan hasil adaptasi dari kegiatan praktis mereka sehari-hari. Ilmu pengetahuan juga tidak banyak berkembang di kalangan masyarakat nomaden jaman kuno itu. Memang benar, mobilitas yang tinggi membuat mereka memegang peranan penting sebagai perantara di dalam proses alih teknologi di antara masyarakat-masyarakat menetap. Akan tetapi, karena fokus mereka lebih terarah pada upaya pemenuhan kebutuhan pangan, maka mereka tidak mampu memaksimalkan perkembangan teknologi yang ikut mereka sebar-luaskan itu. Imperium Mongol yang dibangun oleh Genghis Khan adalah geliat terakhir masyarakat nomaden sebelum akhirnya tunduk terhadap dominasi masyarakat menetap. Sekarang ini, suku-suku nomaden di stepa Mongolia hanya dipandang sebagai suku-suku eksotis yang layak untuk menjadi obyek wisata.

Dari sini kita bisa melihat bahwa pada jaman kuno, perkembangan suatu kebudayaan dan juga eksistensi masyarakat ditentukan oleh interaksi mereka dengan sumber pangan. Pada jaman itu, makanan menjadi landasan pertumbuhan kebudayaan karena makanan memegang peranan ganda sekaligus sebagai sumber energi bagi aktifitas masyarakat.

Jaman Modern

Kehidupan masyarakat modern ditandai oleh kemajuan pesat ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang penyediaan sumber pangan dan energi. Tonggak sejarah masyarakat modern adalah revolusi industri yang berpusat di wilayah Eropa. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di kalangan masyarakat barat telah memampukan mereka untuk mengembangkan berbagai macam mesin yang sanggup menggantikan sebagian peranan manusia dalam proses produksi. Akibatnya, kapasitas produksi mereka yang tadinya sangat sedikit berubah menjadi luar biasa besarnya. Kualitas produk juga menjadi relatif seragam karena mesin-mesin itu bekerja dalam satuan ukur yang cenderung tetap dan tidak kenal lelah. Sebelumnya, kapasitas produksi sangat ditentukan oleh kemampuan dan kekuatan manusia atau hewan. Manusia dan hewan memiliki batas kekuatan dan stamina yang sangat pendek dan jika batas tersebut dilewati, maka jumlah serta kualitas produk akan mengalami penurunan. Pengembangan mesin-mesin produksi merevolusi semua itu. Mesin-mesin memiliki batas kekuatan dan ‘stamina’ yang jauh melampaui manusia dan hewan. Akibatnya, terjadilah lonjakan kapasitas poduksi yang diikuti oleh keseragaman kualitas hasilnya. Mulailah muncul barang-barang produksi massal yang memiliki keunggulan skala ekonomi serta keseragaman kualitas. Bisnis-bisnis yang masih mengandalkan kapasitas produksinya dari kekuatan dan kemampuan manusia atau hewan mulai tergusur dan akhirnya mati. Hanya bisnis dengan produk yang tidak bisa, atau belum bisa, ditiru kualitasnya oleh mesin industri massal yang masih bisa mempertahankan keberlangsungan hidupnya.

Revolusi industri juga memberi angin segar bagi pertumbuhan paham materialisme yang nantinya akan terpecah menjadi kapitalisme dan komunisme. Paham kapitalisme pada tahap awal pertumbuhannya bertumpu pada prinsip individualisme dan persaingan bebas (free fight liberalism). Dampak utama dari penerapan kedua prinsip tersebut adalah munculnya eksploitasi tenaga kerja manusia serta munculnya pola-pola persaingan yang tidak sehat seperti kecenderungan munculnya pelaku bisnis kuat yang memonopoli pasar dan sebagainya.

Ekses buruk dari penerapan prinsip tersebut kemudian menumbuhkan reaksi penolakan dan berujung pada munculnya paham komunisme yang menekankan pada semangat kolektifitas. Kaum komunis ini berniat untuk menerapkan kolektifisme dengan cara apapun, bahkan dengan kekerasan. Paham komunisme ini, walaupun sudut pandangnya berbeda dengan paham kapitalisme, yakni kolektifisme versus individualisme, tetap saja merupakan paham yang bersumber pada materialisme yang merendahkan harkat manusia ke tingkat faktor produksi saja (konsep yang masih dipegang teguh oleh ilmu ekonomi modern!). Paham materialisme memandang manusia tidak lebih tinggi kedudukannya dari mesin, tanah dan uang. Akibatnya, paham komunisme inipun memiliki ekses buruk berupa eksploitasi tenaga manusia, suatu tragedi yang sangat menyedihkan. Paham komunisme tadinya dimaksudkan untuk membebaskan kaum buruh dari eksploitasi para majikannya, namun belakangan – pada saat komunisme sempat meraih masa jayanya – kaum buruh ini akhirnya jatuh ke dalam eksploitasi oleh para penguasa.

Di luar masalah perbenturan paham tersebut, masyarakat barat mulai menikmati hasil dari produksi massal dalam bentuk keberlimpahan produk, harga yang relatif murah dan kualitas yang cenderung seragam. Pada awalnya, pasar Eropa masih bisa menyerap hasil dari lonjakan kapasitas produksi tersebut. Akan tetapi, hal ini tidak berlangsung lama. Kebutuhan pengembangan pasar untuk menyerap limpahan hasil produksi massal ini kemudian melahirkan kolonialisme modern. Jika sebelumnya aktifitas kolonialisme lebih ditujukan untuk mengejar sumber-sumber kekayaan eksotis seperti emas dan rempah-rempah, maka kolonialisme modern lebih dilandasi oleh kepentingan pengembangan pasar serta pengamanan sumber bahan baku produksi bangsa-bangsa barat.

Di tahap awal revolusi industri, baru aktifitas produksi yang mengalami perubahan besar. Namun hal ini sudah merupakan titik awal munculnya sumber energi yang independen bagi aktifitas kemasyarakatan. Peranan bahan bakar sebagai sumber energi menunjukkan tanda yang terus menguat. Pemanfaatan mesin lalu diperluas ke aktifitas transportasi. Muncullah kapal-kapal laut dan kendaraan angkutan darat yang digerakkan oleh mesin. Belakangan, aktifitas masyarakat yang lain juga mulai ditenagai oleh sumber energi yang terpisah dari sumber pangan ini. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di berbagai bidang telah membuat mesin menjadi semakin pintar dan mampu menggantikan banyak peran manusia di dalam menjalankan aktifitasnya. Dalam hal aktifitas administrasi, contoh yang paling nyata adalah mesin-mesin ATM yang mulai menggantikan peran kasir bank di dalam melayani kegiatan keuangan para nasabah bank. Teknologi komunikasi juga mulai memungkinkan kegiatan serta hasil kegiatan manusia disiarkan ke berbagai penjuru dunia, dan ini membuat aktifitas edukasi dan rekreasi bisa menjangkau tempat-tempat yang jauh dari lokasi di mana aktifitas-aktifitas tersebut berlangsung. Teknologi komputer semakin membuka peluang bagi mesin untuk terlibat semakin jauh di dalam beragam aktifitas masyarakat. Komputer memungkinkan mesin-mesin untuk menghasilkan berbagai macam variasi produk dalam jumlah yang kecil-kecil namun tetap berada pada tingkat efisiensi yang tinggi. Semua ini menimbulkan kebutuhan baru di kalangan penduduk dunia pada umumnya, yakni kebutuhan untuk mengamankan ketersediaan sumber bahan bakar serta sumber listrik bagi mesin-mesin mereka. Tanpa bahan bakar dan sumber listrik, maka mesin-mesin mereka tidak bisa bergerak, dan itu bisa berarti kerugian besar bagi mereka.

Seiring dengan munculnya revolusi industri, masyarakat barat sempat terbius oleh potensi pemanfaatan mesin sebagai pengganti tenaga manusia dan hewan untuk menjalankan berbagai macam kegiatan mereka. Sektor pertanian, yang tadinya merupakan tulang punggung perekonomian mereka, mulai digusur oleh sektor industri dan sektor pertanian ini sempat diabaikan karena mengandalkan kemampuan alat-alat transportasi dalam memasok kebutuhan pangan mereka.

Peristiwa yang paling menyadarkan bangsa-bangsa barat akan perlunya kemandirian pangan adalah Perang Dunia I dan II. Setelah kedua perang besar itu, tumbuh kesadaran luas di kalangan bangsa barat bahwa kemandirian pangan adalah hal yang mutlak harus dikejar. Kedua perang besar ini mengajarkan betapa rawannya kondisi ketersediaan pangan yang mengandalkan pada pasokan bahan pangan dari luar negeri. Prestasi satuan U-Boat milik Angkatan Laut Jerman di dalam mengacaukan jalur kapal angkut dari Amerika Serikat ke Inggris sungguh mengejutkan. Setiap saat pihak Jerman bisa menenggelamkan kapal angkut yang sedang membawa bahan makanan dan juga bahan baku industri yang sangat dibutuhkan oleh Inggris. Jaminan pasokan pangan dari negara lain itu ibarat tali rapuh yang tidak boleh dijadikan tempat bergantung. Yang menjadi taruhannya bukan sekedar macetnya pertumbuhan kebudayaan, melainkan eksistensi dari bangsa itu sendiri.

Dari lingkungan Asia, pengalaman bangsa Cina bisa kita jadikan bahan pelajaran. Pada periode akhir jaman dinasti Ming, kekaisaran Cina terjun aktif dalam kegiatan ekonomi global. Dampak dari aktifitas ekonomi global tersebut adalah terpengaruhnya para petani bangsa Cina saat itu untuk mengisi lahan mereka dengan tanaman-tanaman yang harga jualnya jauh melampaui gandum dan padi. Mulai dari tanaman industri sampai dengan candu di tanam oleh para petani bangsa Cina dengan mengorbankan lahan produksi pangan. Akibatnya adalah timbulnya bala kelaparan yang hebat. Kelaparan ini mendorong terjadinya goncangan politik yang memunculkan banyak pemberontakan di kalangan petinggi militer saat itu. Gawatnya siatuasi saat itu ditanggapi oleh seorang jendral penjaga perbatasan di sebelah utara dengan mengundang campur tangan bangsa Manchu. Masuknya bangsa Manchu memang meredakan kembali situasi politik di wilayah Cina. Akan tetapi hal itu juga menjadi awal dari tampilnya dinasti Ching dari bangsa Manchu yang nota bene adalah bangsa asing di mata bangsa China. Keteledoran di dalam mempertahankan kemandirian pangan harus ditebus dengan masuknya kekuasaan bangsa asing di Cina.

Dinasti Ching ini sendiri ternyata juga tidak memahami arti penting kemandirian pangan bagi suatu bangsa. Mereka baru sadar akan bahaya yang mengancam ketika melihat bangsa China sudah sangat dalam dikuasai oleh candu. Upaya pembenahan yang ingin dilakukan oleh dinasti Ching tidak membuahkan hasil yang menggembirakan. Mereka justru kalah menghadapi kekuatan militer bangsa-bangsa barat dalam Perang Candu. Ganti rugi dan konsesi yang dituntut oleh bangsa-bangsa barat (sebagai pemenang Perang Candu) justru membuat Dinasti Ching semakin lemah secara ekonomi dan politik. Dinasti Ching akhirnya tumbang pada awal abad ke-20, dan penyebab utamanya adalah keteledoran mereka yang tidak segera membangun ketahanan pangan pada titik awal masa kekuasaan mereka.

Di sisi lain, kebijakan yang ditempuh oleh bangsa Jepang mungkin bisa kita jadikan pelajaran juga. Demi mempertahankan kemandirian pangannya, bangsa Jepang rela mensubsidi petani lokal dengan biaya yang sangat mahal sambil mempersulit impor beras ke negeri Jepang. Hasilnya, Jepang tidak perlu menguatirkan munculnya resiko bala kelaparan. Bangsa lain juga tidak bisa mengganggu ketahanan pangan bangsa Jepang ketika terjadi Perang Dunia II.

Demikianlah, tumbuh kembang kebudayaan di jaman modern memiliki pola yang sangat rumit. Lonjakan kapasitas produksi yang terjadi akibat revolusi industri telah melahirkan satu arus pandangan baru yang dengan cepat meluas ke seluruh dunia. Pandangan itu adalah materialisme, entah dalam wujud kapitalisme ataupun komunisme (berikut pandangan-pandangan yang merupakan adaptasi dari keduanya). Lonjakan produktifitas di segala bidang ini melahirkan keyakinan diri yang sangat berlebihan di kalangan pendukung materialisme. “God is dead,” demikian kata Nietzsche. Suatu ungkapan yang ingin menegaskan bahwa materialisme lebih sukses dibandingkan ajaran agama dalam menopang kelanjutan hidup peradaban manusia. Pengaruh materialisme ini merasuk ke dalam semua bidang ilmu pengetahuan dalam bentuk filsafat empirisme. Hasilnya adalah lompatan-lompatan penemuan di bidang iptek di kalangan masyarakat barat.

Kesimpulan

Dari fakta-fakta sejarah peradaban umat manusia tersebut, kita bisa melihat bahwa tumbuh kembang kebudayaan tidak pernah lepas dari dukungan ketersediaan pangan dan energi. Di jaman kuno, sumber pangan memegang peranan ganda sekaligus sebagai sumber energi. Di jaman modern, dengan kemunculan mesin-mesin yang ditenagai oleh bahan bakar dan juga listrik, peranan ganda sumber pangan semakin mengecil. Sekarang ini, bahan bakar dan sumber listrik memiliki kedudukan yang setara dengan sumber pangan sebagai landasan bagi tumbuh kembangnya kebudayaan suatu masyarakat.

Masuknya mesin ke dalam berbagai macam aktifitas kemasyarakatan berdampak pada lonjakan kapasitas produksi dari masing-masing aktifitas yang bersangkutan. Aktifitas komunikasi, transportasi, rekreasi, edukasi dan administrasi mengalami perkembangan yang semakin hari semakin mengejutkan bagi banyak orang.

Perbedaan dalam cara menanggapi dan beradaptasi dengan segala macam perkembangan itu membuat tumbuh kembang kebudayaan di banyak kalangan masyarakat mengalami pasang surut dan interaksi yang sangat rumit. Ada kalangan yang sangat terbuka dan gesit menyambut perkembangan baru. Ada yang mencoba bersikap hati-hati dan menyusun saringan bagi proses adaptasi terhadap perkembangan yang ada. Ada lagi yang frustrasi dan mengambil sikap menolak mentah-mentah situasi masa kini sambil mengagungkan keadaan di masa lalu (baik dengan landasan agamis maupun yang feodalis). Ada pula yang frustrasi lalu bingung bagaimana harus bersikap.

Anggota masyarakat dari semua kalangan (dari bangsa-bangsa barat sampai ke bangsa-bangsa timur) harus berbenturan dengan kekinian yang telah diledakkan oleh revolusi industri ini. Tidak ada jalan untuk menghindarinya. Yang terpenting bagi kita adalah bagaimana menyikapi benturan antara diri kita dengan kekinian tersebut.

Thursday, October 15, 2009

Teknologi masa depan

Pernahkah terbayang oleh kita bahwa di masa depan nanti pabrik-pabrik akan memproduksi bahan pangan langsung dari tanah ataupun sampah? Pertanyaan ini mungkin terdengar konyol. Akan tetapi, sebenarnya dasar-dasar bagi pengembangan teknologi ke arah sana sudah disediakan oleh alam ini.

Perhatikanlah pepohonan yang ada di sekitar kita. Kita bisa bayangkan pohon-pohon tersebut sebagai pabrik makanan bagi kita. Dapurnya sama, yaitu helai-helai daun dari pohon tersebut. Karyawan yang berproduksi juga sama, yaitu klorofil di dalam daun-daun tersebut. Bahan bakunya sama, yaitu unsur-unsur hara di dalam tanah. Akan tetapi produk yang dihasilkan bisa berbeda. Pohon yang satu menghasilkan buah mangga, sedangkan pohon yang lainnya menghasilkan rambutan.

Para pekebun yang menggeluti urusan penanaman pohon-pohon mangga dan rambutan tahu bahwa kebutuhan pupuk bagi kedua macam pohon tersebut sama saja. Akan tetapi mengapa buah yang dihasilkan bisa berbeda?

Sebagian orang mengaitkan hal itu dengan teka-teki genetika. Ada lagi yang berpendapat bahwa seluruh bagian pohon itu juga harus diteliti untuk bisa mencapai kesimpulan.

Apapun solusi yang ditawarkan untuk mencari jawabannya, jika nanti kita berhasil mengupas rahasia proses produksi yang berlangsung di dalam tanaman, maka peluang untuk membangun pabrik dengan kemampuan seperti itu akan terbentang di depan kita.

Rahasia proses produksi bahan pangan ini besar kemungkinannnya untuk menjadi pembuka jalan bagi teknologi konversi materi. Jika teknologi konversi materi berhasil ditemukan, …(silakan anda bayangkan sendiri hasilnya).

Sebelum ada negara lain yang sanggup menguraikan rahasia teknologi pemrosesan bahan pangan di dalam tumbuh-tumbuhan, akan lebih baik jika kita sudah menyusun program ke arah sana. Siapa tahu, bangsa kita menjadi yang pertama mengetahui rahasia itu. 

Kesempatan masih terbuka lebar. Jika kita lalai mengejar kesempatan ini, dan ada bangsa lain yang berhasil mencapainya duluan, bisa kita bayangkan bagaimana nasib para petani kita nantinya. Dan jika ada bangsa lain yang berhasil mencapai teknologi konversi materi, tidak terbayangkan bagaimana nasib bangsa kita nantinya!

Membangun Kebudayaan Indonesia

Membangun kebudayaan Indonesia adalah ide besar yang melibatkan segenap aktifitas kemasyarakatan di Indonesia. Membangun kebudayaan Indonesia berarti membangun kemandirian pangan dan energi agar segenap aktifitas kemasyarakatan di Indonesia bisa berjalan dengan lancar dan potensi masyarakat bisa digali sebesar-besarnya.

Masyarakat yang akan dibangun adalah masyarakat yang bersifat kolektif berlandaskan semangat kebersamaan namun ditenagai oleh ilmu pengetahuan dan teknologi yang tepat guna. Kemandirian, efisiensi dan kecepatan bereaksi secara tepat terhadap situasi yang dihadapi merupakan target yang ingin dicapai dalam kehidupan masyarakat di semua bidang yang mereka geluti. Aktifitas produksi, transportasi, rekreasi, edukasi, komunikasi dan administrasi akan diarahkan menuju target tersebut. Unsur-unsur tradisional yang masih relevan untuk dipertahankan dalam aktifitas kemasyarakatan akan diperkuat dengan sistem pengelolaan yang bersifat kolektif dan sederhana.

Aktifitas produksi di dalam masyarakat mencakup sektor-sektor yang sangat beragam sehingga hanya prinsip dasarnya saja yang bisa diajukan secara khusus di sini. Di samping itu, dalam pembahasan mengenai berbagai bidang nanti akan terselip juga pembahasan tentang aktifitas produksi di sana-sini tanpa memisahkannya dengan uraian tentang bidang yang bersangkutan.

Prinsip utama untuk aktifitas produksi adalah bagi kegiatan yang membutuhkan modal dan sarana yang berskala besar, mau tidak mau harus digarap oleh pemerintah atau badan usaha yang memang memiliki kapasitas yang dibutuhkan. Aktifitas produksi yang sudah memungkinkan untuk digarap oleh unit-unit usaha berskala kecil secara efisien akan didorong penggarapannya oleh masyarakat.

Selanjutnya, uraian tentang hal membangun kebudayaan Indonesia akan dibatasi sejauh target dan landasan pemikirannya saja.

Membangun kemandirian pangan

Fokus utama di dalam pembangunan kemandirian pangan adalah memenuhi kebutuhan pangan bangsa Indonesia berdasarkan pemanfaatan sumber pangan yang bisa dikembangkan di Indonesia. Ini berarti mengerahkan upaya untuk meningkatkan produksi pangan di dalam negeri sambil menekan penggunaan bahan pangan yang sumbernya tidak bisa dikembangkan di dalam negeri.

Dalam hal meningkatkan produksi pangan dalam negeri, target yang akan dikejar adalah swasembada karbohidrat (yang berfokus pada beras), serat (baik dari sumber di lahan darat maupun laut), protein (baik yang nabati maupun yang hewani), dan unsur-unsur lainnya. Sedangkan dalam hal menekan pemakaian bahan pangan yang sumbernya tidak bisa dikembangkan di Indonesia, perlu digarisbawahi bahwa upaya ini tidak diarahkan untuk menghapuskan keberadaan bahan-bahan pangan tersebut dari wilayah Indonesia. Upaya tersebut hanya akan diarahkan untuk menjadikan pemakaian bahan-bahan ‘asing’ itu sebagai bahan pelengkap saja.

Contoh kasus bagi bahan pangan yang bersumber dari tanaman yang tidak bisa dikembangkan di Indonesia adalah tepung terigu yang berasal dari gandum. Selama ini kita sudah salah arah di dalam mengembangkan produk-produk makanan olahan. Popularitas bahan baku yang bersumber dari tanaman luar negeri, terutama gandum, sudah masuk terlalu jauh ke dalam wilayah kuliner kita. Produk mie instan, roti dan jajanan tradisional sudah dijajah oleh bahan tepung terigu. Ini adalah kesalahan yang sangat fatal. Gandum bukanlah tanaman yang bisa dikembangkan di negara kita. Untuk mendapatkannya, kita harus mengimpor dari negara lain. Jika kita tidak menghadang popularitas tepung terigu, maka kita akan mengalami ketergantungan – dalam nilai yang besar – selama-lamanya terhadap produk dari negara lain. Sebenarnya masih banyak bahan baku lokal yang bisa diangkat untuk menyaingi popularitas tepung terigu. Tepung beras memiliki cita rasa yang khas dan harus kita kembangkan sebagai produk tandingan bagi tepung terigu. Gaplek juga bisa diandalkan untuk menyaingi tepung terigu. Di samping dua macam bahan baku ini, tentunya masih banyak bahan baku lain yang bisa diangkat untuk menggantikan peranan tepung terigu. Membiarkan tepung terigu merajalela dan mendominasi industri pengolahan makanan sama artinya dengan menggadaikan perut bangsa ini ke tangan bangsa lain. Jika kita mau menjalankan penelitian untuk mengembangkan bahan pengganti tepung terigu, maka kita sudah berhasil mengatasi salah satu bentuk dominasi terselubung dari bangsa asing terhadap bangsa kita.

Kedelai adalah contoh kasus yang lebih menyedihkan lagi. Bahan ini sebenarnya bisa dikembangkan di Indonesia. Masalah yang dihadapi hanya sebatas kalah kualitas melawan kedelai yang dikembangkan di daerah subtropis. Kedelai yang didatangkan dari daerah subtropis memang memiliki keunggulan dalam hal ukuran dan kemampuan mengembang saat difermentasikan. Para produsen tempe lebih suka memakai keledai impor daripada yang lokal karena bisa menghasilkan lebih banyak tempe dibandingkan kedelai lokal. Hal ini tidak dapat kita salahkan begitu saja. Keunggulan yang dimiliki oleh kedelai impor memang membuat kedelai lokal tidak laku di kalangan produsen tempe. Akan tetapi hal ini tidak boleh dibiarkan terus berlangsung. Pengembangan varietas kedelai lokal bukanlah hal yang sukar untuk dilaksanakan. Kita harus mampu untuk menampilkan varietas kedelai lokal yang kualitasnya sanggup bersaing dengan kedelai yang berasal dari daerah subtropis. Berbahaya sekali jika produk pangan yang begitu dekat dengan kehidupan masyarakat ternyata mengandalkan bahan baku impor. Ini adalah masalah yang seharusnya menjadi pokok keprihatinan kita bersama. Baik pihak pemerintah maupun masyarakat perlu bahu membahu dalam mengembangkan varietas kedelai lokal yang kualitasnya akan diminati oleh produsen tempe kita.

Contoh mengenai bahan pangan yang sumber asalnya adalah dari luar negeri namun bisa dikembangkan di Indonesia jumlahnya cukup banyak. Kentang adalah salah satu dari bahan pangan yang sebenarnya berasal dari luar negeri akan tetapi bisa dikembangkan di Indonesia. Dalam hal ternak, ada sangat banyak jenis ternak yang asalnya dari luar negeri akan tetapi bisa dikembangkan di Indonesia. Untuk bahan-bahan pangan yang semacam ini, kita perlu mengupayakan untuk mencapai tingkat ketersediaan yang bisa memenuhi kebutuhan masyarakat dari usaha budi daya lokal.

Program-program peningkatan produksi bahan pangan disusun untuk diterapkan di level kelompok tani. Kolektifitas akan ditumbuhkan melalui program-program tersebut. Semangat kepemilikan bersama, usaha bersama dan visi bersama adalah hal-hal yang akan ditanamkan berbarengan dengan pelaksanaan program-program tersebut. Semangat gotong royong, yang selama ini telah dilemahkan oleh konsep kepentingan pribadi dari paham kapitalisme, akan dibangkitkan kembali melalui program-program yang diarahkan pada kelompok-kelompok tani. Posisi tawar kaum tani yang telah dihancurkan oleh konsep persaingan bebas, akan diperkuat lewat pemberdayaan kelompok-kelompok tani. Ibarat sapu lidi, kondisi kaum tani sekarang ini sedang berada dalam keadaan tercerai-berai sehingga tidak memiliki kekuatan di dalam membela kepentingan mereka. Batang-batang lidi yang sudah tercerai-berai itu akan disatukan kembali dalam bentuk ikatan kelompok-kelompok tani.

Dengan bersatu membangun kelompok yang hidup dan saling mendukung, ada berbagai manfaat yang bisa mereka capai. Mereka bisa mengembangkan variasi produk dalam waktu yang bersamaan dengan aktifitas inti mereka bercocok tanam. Jika sebelumnya jenis usaha maupun kegiatan yang bisa mereka kerjakan sendiri-sendiri tidak banyak, dengan membangun kelompok mereka bisa mengerjakan lebih banyak lagi jenis usaha maupun pekerjaan secara bersama-sama. Program-program diarahkan untuk memberi kesempatan bagi para anggota kelompok untuk belajar membangun kerja sama baik di dalam pengembangan variasi produk, belajar berorganisasi secara tertib, belajar membangun visi tentang kepentingan bersama, belajar mengambil keputusan bersama sambil menikmati tambahan penghasilan dari kegiatan yang disediakan oleh program-program tersebut. Jadi, kebersamaan yang akan dibangun adalah kebersamaan yang memang memberikan hasil, bukan kebersamaan yang hampa.


Di sisi lain, karena negara kita adalah negara kepulauan yang didominasi oleh luas lautnya, maka kita juga perlu memberi perhatian yang lebih besar lagi pada sektor perikanan laut. Popularitas daging ikan laut sebagai sumber protein hewani perlu ditingkatkan. Pemerintah harus menggalang kampanye menggalakkan konsumsi ikan laut. Ikan laut bukanlah produk eksotis, ia bisa dijadikan sumber protein hewani yang sangat mencukupi kebutuhan masyarakat.

Dukungan fasilitas penangkapan dan teknologi pe_meta_an sebaran ikan akan sangat meningkatkan hasil tangkapan nelayan. Rumpon-rumpon yang membantu konsentrasi serta perkembangbiakan plankton juga perlu diperbanyak. Dan semua dukungan tersebut perlu disalurkan dengan biaya pemanfaatan yang semurah mungkin bagi para nelayan. Di sisi lain, pembangunan industri pengolahan ikan hasil tangkapan juga perlu ditingkatkan sehingga para nelayan tidak mengalami kesulitan dalam memasarkan hasil tangkapan mereka.

Di luar masalah peningkatan hasil tangkapan dan penyerapannya itu, kita juga perlu memikirkan tentang masalah pengamanan wilayah laut kita. Sudah bukan rahasia lagi bahwa wilayah laut kita ini merupakan lahan pencurian kekayaan negara yang telah berlangsung selama puluhan tahun. Para nelayan dari negara-negara seperti Thailand, Taiwan dan Korea adalah sebagian dari mereka yang kerap mencuri ikan di wilayah perairan kita. Persoalan ini muncul karena kita kekurangan fasilitas patroli. Untuk itu, pemerintah wajib menganggarkan penambahan jumlah kapal patroli sehingga kekayaan laut kita tidak menjadi ajang penjarahan nelayan asing lagi. Di samping itu, mentalitas aparat yang menjalankan tugas pengamanan laut juga perlu diperhatikan, karena keleluasaan nelayan asing dalam menjarah kekayaan laut kita sebagian juga disebabkan oleh kelemahan aparat di dalam menegakkan hukum.

Peningkatan jumlah pasokan bahan pangan perlu diantisipasi dengan merangsang pembentukan serta memperbanyak unit-unit usaha kecil yang mengolah bahan pangan. Unit-unit usaha pengolah bahan pangan ini akan berfungsi sebagai salah satu penyerap utama hasil usaha tani dan nelayan dan juga sebagai salah satu pusat penelitian teknik pengolahan bahan pangan. Kreatifitas para pengusaha yang mengolah produk makanan olahan akan sangat membantu peningkatan popularitas bahan pangan yang bersumber dari hasil budi daya dan tangkapan lokal. Mungkin mereka tidak tahu apa itu metode penelitian ilmiah, akan tetapi kreatifitas ide mereka di dalam mengolah bahan pangan bisa kita samakan seperti kreatifitas ide seorang peneliti yang sedang bekerja di laboratorium, oleh karenanya, peranan mereka di dalam bidang penelitian juga perlu kita akui. Pemerintah perlu mendorong mereka untuk lebih bersemangat lagi mengembangkan variasi produk dengan bahan baku hasil budi daya dan tangkapan lokal.

Di samping itu, peranan BULOG sebagai lumbung nasional sekaligus penjaga kestabilan harga juga akan diperkuat. Kekuatan BULOG di dalam menjaga kestabilan harga bahan pangan harus dipertahankan sehingga rakyat umum dan para petani tidak sampai dirugikan. Harga bahan pangan yang terlalu rendah jelas akan merugikan petani, sedangkan harga bahan pangan yang terlalu tinggi jelas akan mengganggu konsentrasi masyarakat dalam mengembangkan bidang-bidang lain di luar urusan mengejar penghasilan demi mengisi perut saja.

Membangun Kemandirian Energi

Pembangunan kemandirian energi dilandasi oleh perkembangan teknologi sekarang ini yang sudah cukup efisien untuk membangun fasilitas-fasilitas pembangkit listrik berkapasitas kecil untuk memenuhi kebutuhan listrik skala desa maupun kecamatan di tempat-tempat yang memungkinkan untuk itu.

Sumber listrik berkapasitas besar masih akan ditangani secara terpusat oleh negara, dalam hal ini oleh PLN. Sumber-sumber tenaga listrik akan diutamakan yang berasal dari alam seperti kekuatan arus selat, sungai besar dan panas bumi. Sedangkan potensi listrik berkapasitas kecil akan diarahkan untuk dikembangkan oleh masyarakat sehingga bisa memberi kesempatan bagi masyarakat untuk bersama-sama mengelola sumber energi bagi mereka.

Sumber listrik berkapasitas kecil yang sudah layak untuk dikembangkan secara massal sekarang ini baru potensi mokrihidro. Memang masih ada ada potensi sumber listrik lainnya seperti aliran angin dan sinar matahari, akan tetapi kedua potensi tersebut masih mahal untuk jadikan sumber listrik bagi masyarakat seukuran desa atau kecamatan. Dalam jangka panjang, kedua potensi itu mungkin sudah bisa dibangun secara murah dalam skala kecil.

Pembangunan instalasi mikrohidro bagi wilayah-wilayah yang sudah dijangkau oleh jaringan listrik negara mungkin akan dipandang sebagai suatu pemborosan. Untuk jangka pendek, tindakan ini memang bisa dipandang sebagai suatu pemborosan. Akan tetapi, dalam jangka panjang, tindakan ini sangat menguntungkan bagi kebijakan alokasi listrik yang diproduksi oleh PLN. Dengan adanya kemandirian sumber listrik bagi desa-desa yang memiliki potensi sumber listrik, maka PLN bisa lebih memusatkan perhatiannya untuk menyediakan listrik bagi kawasan perkotaan dan desa-desa yang tidak memiliki potensi pembangkit listrik mandiri. Dan instalasi jaringan tiang-tiang listrik yang sudah dibangun oleh PLN bisa dimanfaatkan oleh desa-desa yang mandiri listrik untuk keperluan distribusi tenaga listrik bagi masyarakat mereka. Kemandirian pengadaan sumber listrik ini sendiri nantinya akan dijadikan dasar untuk proses belajar bersama membangun kolektifitas di dalam pengelolaan sumber energi bagi masyarakat yang bersangkutan.

Pada masa Perang Dunia II pernah terjadi satu peristiwa pemboman terhadap tiga instalasi waduk yang menjadi sumber tenaga listrik utama bagi industri Jerman. Dampak dari pemboman ini sangat memukul kemampuan industri Jerman dalam berproduksi. Kehidupan masyarakat Jerman sendiri sempat mengalami hambatan untuk beberapa waktu, sampai ketiga waduk itu selesai diperbaiki. Pengalaman Jerman ini bisa kita jadikan bahan pelajaran bahwa pemusatan sumber-sumber energi listrik mungkin akan sangat menguntungkan secara ekonomi. Akan tetapi jika terjadi masalah dengan pusat instalasi listrik tersebut, maka dampak yang ditimbulkannya terhadap beragam aktifitas kemasyarakatan yang sangat mengandalkan sumber energi dari pusat-pusat instalasi listrik tersebut akan luas sekali. Pengembangan kemandirian listrik bagi wilayah-wilayah yang memiliki potensi pembangkit tenaga listrik akan sangat meredam dampak tersebut jika pusat-pusat tenaga listrik yang besar menghadapi masalah. Jadi, pembangunan instalasi mikrohidro ini selain bermanfaat untuk menumbuhkan kemandirian sumber listrik, menumbuhkan semangat kolektifitas di kalangan masyarakat yang mengelolanya, membantu kebijakan alokasi listrik hasil produksi PLN, juga bermanfaat memperkecil dampak yang ditimbulkan jika terjadi masalah dengan instalasi listrik berkapasitas besar milik negara.


Dalam hal pengadaan bahan bakar minyak, potensi biodiesel memang pernah ramai dibicarakan. Bahan bakar fosil memiliki keunggulan dalam hal kapasitas produksi dan tingkat oktan untuk masa sekarang ini. Akan tetapi bahan bakar fosil ini memiliki satu kelemahan utama yaitu tidak dapat diperbarui. Akan tiba saatnya di mana tambang-tambang minyak bumi tidak berproduksi lagi. Jika prospek ini tidak diantisipasi, maka kita bisa menghadapi keadaan yang sangat suram pada saat minyak bumi tidak bisa diandalkan lagi. Bahan bakar yang diperoleh dari sumber-sumber yang regeneratif memiliki keunggulan mampu diperbarui walaupun kapasitas produksi dan tingkat oktannya masih kalah jika dibandingkan dengan bahan bakar fosil untuk masa sekarang. Pengembangan bahan bakar dari tanaman sekarang ini masih terbatas pada minyak biodiesel dan methanol. Untuk biodiesel, potensi yang layak dipertimbangkan adalah dari minyak kelapa, minyak sawit dan minyak jarak. Sedangkan untuk methanol, sumber utamanya adalah dari tanaman tebu.

Pemakaian minyak kelapa ataupun minyak sawit akan menimbulkan benturan kepentingan antara bahan bakar dengan bahan pangan dan industri lainnya. Dengan demikian, minyak jarak adalah potensi biodiesel yang paling cocok untuk dikembangkan karena tidak menimbulkan benturan kepentingan tersebut. Sedangkan untuk methanol, mesin-mesin yang bisa ditenagai oleh methanol untuk masa sekarang ini masih berada dalam tahap eksperimen. Kalaupun ada mesin yang sudah memanfaatkan bahan bakar methanol, harganya masih sangat tinggi. Kendaraan-kendaraan hibrida yang mulai mengkonsumsi bahan bakar methanol harganya masih sangat tinggi. Dengan demikian, methanol lebih baik dikembangkan untuk keperluan industri lainnya.


Sebagai tanaman yang mampu tumbuh subur di lahan yang kurang produktif, pohon jarak layak untuk dijadikan tanaman sela di antara pohon-pohon peneduh di pinggiran jalan, juga di bagian-bagian pembatas jalur jalan. Panen bisa dilakukan oleh pemerintah daerah atau oleh masyarakat, penetapannya bisa dipertimbangkan sendiri oleh masing-masing pemerintah daerah.

Pengembangan Minyak biodiesel dari tanaman jarak diadakan dengan cara pemusatan produksi minyak biodiesel ke tangan pemerintah. Pilihan ini memiliki keuntungan skala produksi yang besar dan kebijakan harga yang relatif seragam. Rakyat yang menanam pohon jarak di lahan yang mereka kuasai perlu didorong untuk menjual hasil panen mereka kepada pemerintah. Dengan demikian, masyarakat bisa memperoleh tambahan penghasilan lewat panen buah jarak mereka.

Akan tetapi perlu dipertimbangkan supaya masyarakat jangan sampai mengorbankan lahan produktif untuk menanam pohon jarak. Peraturan yang tegas perlu disusun untuk membatasi lahan penanaman pohon jarak di tempat-tempat yang bukan merupakan lahan tanaman pangan atau hanya sekedar sebagai tanaman pagar saja. Pilihan kebijakan lainnya adalah dengan menjaga agar keuntungan yang diterima oleh masyarakat dari hasil panen buah jarak mereka tidak sampai menggoda mereka untuk mengorbankan lahan tanaman pangan demi menanam pohon jarak. Untuk itu, pemerintah daerah bisa mengembangkan kebijakan harga yang diarahkan untuk bisa memberikan keuntungan kepada masyarakat namun tidak sampai menggoda mereka untuk mengorbankan lahan tanaman pangan.

Bidang-Bidang Lain di Luar Penyediaan Pangan dan Energi

1. Pendidikan

Target utama yang ingin dicapai adalah melahirkan kalangan cendekiawan yang aktif mengembangkan ide-ide kemasyarakatan dan ilmiah. Pada akhirnya nanti, dari kalangan cendekiawan ini diharapkan mampu melahirkan filsafat yang merupakan abstraksi dari berbagai aspek kehidupan masyarakat.

Untuk bisa mencapai target tersebut, maka kegemaran membaca akan dijadikan sebagai sasaran interim dengan meningkatkan peranan perpustakaan. Perpustakaan yang akan dimasukkan ke dalam program ini adalah perpustakaan sekolah, perguruan tinggi dan perpustakaan daerah. Perpustakaan sekolah dan perguruan tinggi bukanlah gudang buku ajar. Perpustakaan sekolah dan perguruan tinggi adalah tempat di mana para murid dan mahasiswa bisa mendapatkan bahan tambahan untuk melengkapi serta membandingkan materi yang mereka dapat dari kelas dan buku ajar. Perpustakaan daerah berperan sebagai tempat di mana masyarakat bisa mengakses informasi tentang ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkenaan dengan bidang yang mereka geluti dan juga bidang-bidang yang mereka minati. Media yang bisa disediakan oleh perpustakaan cukup beragam, mulai dari media cetak sampai ke media audio-visual. Bahan-bahan yang disediakan oleh perpustakaan seharusnya adalah bahan-bahan yang mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan tingkat pendidikan yang dilayaninya. Untuk itu, maka pengelolaan perpustakaan harus dilakukan oleh tenaga-tenaga khusus yakni para pustakawan yang memang menguasai bidangnya.

Baik perpustakaan sekolah dan perguruan tinggi maupun perpustakaan daerah harus mendapat dukungan dari segi pendanaan maupun pengadaan materi koleksi. Sistem pengelolaan perpustakaan juga harus disusun sedemikian rupa sehingga mampu menarik minat murid, mahasiswa dan masyarakat pada umumnya untuk datang dan menggali informasi dari perpustakaan. Suasana suram, kuno dan tidak up to date sudah harus ditinggalkan oleh perpustakaan. Hanya perpustakaan yang memang menangani materi-materi jaman dahulu saja yang boleh tampil dengan suasana kuno.

Di samping berperan sebagai sumber informasi, perpustakaan juga harus mendorong minat masyarakat untuk turut aktif mengembangkan ide-ide kreatif baik di bidang sosial maupun ilmiah melalui penyelenggaraan forum-forum diskusi rutin dengan jadwal dan tema yang fleksibel. Untuk itu, tata ruang perpustakaan perlu dirancang ulang – jika perlu dibangun ulang – agar bisa mengakomodasi kepentingan ketenangan dalam menggali informasi dan juga keleluasaan di dalam berdiskusi. Dengan demikian, perpustakaan juga akan diarahkan untuk menjadi salah satu pusat think-tank bagi pemerintah daerah dan masyarakat umum.

Sudah saatnya perpustakaan menjadi pusat penggalian informasi sekaligus pusat pertemuan ide-ide kreatif bagi masyarakat.

2. Kesehatan

Dalam bidang kesehatan, ketergantungan masyarakat terhadap obat-obat buatan pabrik harus ditekan serendah mungkin. Pemanfaatan apotek hidup perlu lebih digalakkan oleh pemerintah. Dalam hal ini, kegiatan kampanye dan pendidikan masyarakat mengenai pemanfaatan apotek hidup bisa digalang saling berkaitan dengan kegiatan pengembangan serta promosi perpustakaan. Di samping menggali informasi yang sesuai dengan bidang minat mereka, masyarakat bisa menggali informasi tentang tanaman-tanaman obat dari perpustakaan daerah.

Di samping itu, para dokter juga diharuskan untuk memperdalam pengetahuan dan penguasaan mereka akan materi apotek hidup. Dokter harus bisa memanfaatkan unsur-unsur dalam apotek hidup di dalam tindakan pengobatan. Hal ini demi membantu masyarakat agar bisa mendapatkan pengobatan dan perawatan dalam harga yang jauh lebih murah. Sudah saatnya bagi para dokter untuk terjun langsung di dalam kampanye apotek hidup lewat tindak pengobatan yang memakai tanaman-tanaman obat. Stigma bahwa dokter harus terpaku pada obat-obat buatan pabrik sudah harus dihapuskan. Keengganan para dokter untuk memanfaatkan apotek hidup sebagai bagian dari tindakan pengobatan mereka adalah salah satu penyebab utama tingginya pengeluaran subsidi pemerintah bagi anggaran kesehatan. Pengetahuan akan manfaat serta cara pemakaian tanaman-tanaman obat akan sangat membantu pemerintah di dalam mencapai biaya kesehatan yang murah tanpa harus terlalu dibebani oleh ongkos subsidi yang mestinya bisa dipakai untuk urusan lain yang lebih membutuhkannya.

3. Teknologi

Dalam hal teknologi, target yang harus dikejar adalah kemandirian teknologi yang semaksimal mungkin. Fokus utama pencapaian teknologi oleh pemerintah seharusnya adalah di bidang bahan-bahan dasar yang mencakup logam, non-logam berikut teknologi ekstraksinya dari perut bumi. Fokus berikutnya adalah teknologi pengolahan bahan-bahan dasar tersebut. Untuk bidang pertanian, kelautan, elektronika dan teknologi terapan lainnya, karena pembiayaannya bervariasi dan ada lahan-lahan yang tidak terlalu berat pendanaannya, maka masyarakat perlu didorong untuk ikut aktif terlibat dalam pengembangan serta dokumentasinya.

Teknologi yang sudah dikembangkan oleh nenek moyang kita perlu digali dan didokumentasikan agar bisa dijadikan bahan pembanding terhadap teknologi yang akan dikembangkan. Selain sebagai bahan pembanding, warisan teknologi jaman dulu itu mungkin bisa juga diterapkan langsung sekiranya memang layak untuk diterapkan langsung.

Ketergantungan pada teknologi yang dikuasai oleh negara lain hanya akan membuat kita menjadi ‘tawanan’ bagi kepentingan mereka.

Contoh yang paling sederhana dan menyolok mata adalah teknologi dalam industri ternak ayam. Mayoritas teknologi di industri ini dikuasai oleh perusahaan asing. Para pelaku industri ayam, pedaging dan petelur, sangat bergantung pada pasokan DOC (bibit ayam berusia satu hari) yang teknologinya dimonopoli oleh perusahaan-perusahaan asing. Dengan monopoli teknologi tersebut, pihak perusahaan-perusahaan asing menuntut pola transaksi yang sangat mengikat peternak ayam baik dalam hal pengadaan bibit, pakan maupun sarana produksi lainnya. Dengan kedok pola usaha inti-plasma, para peternak banyak yang dijadikan ‘sapi perah’ saja di dalam industri ayam ini. Sebagai plasma, para peternak diikat untuk membeli sebagian besar kebutuhan usaha ternak mereka dari perusahaan-perusahaan asing tersebut. Keuntungan yang diraih oleh pihak perusahaan asing yang menjadi ‘penguasa’ bibit ayam sangatlah besar. Kontribusi mereka terhadap kesejahteraan peternak ayam tidak banyak artinya. Sebenarnya, ayam adalah ternak yang sudah ada sejak jaman dahulu di Indonesia ini. Karena kelalaian kita di dalam mengembangkan teknologi yang bersangkutan dengan ayam ini, maka kita menjadi budak perusahaan asing di industri ayam ini.

Contoh dari bidang lain yang tidak kalah mengkhawatirkan adalah teknologi di bidang bahan-bahan dasar.

Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi _meta_lurgi kita sangat lemah. Logam adalah bahan dasar yang sangat kita butuhkan dalam menjalankan berbagai macam aktifitas kemasyarakatan. Akan tetapi bangsa kita tidak banyak menaruh perhatian terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkaitan dengan logam itu sendiri. Akibatnya, kita hanya menjadi penghasil bahan baku logam saja tanpa kemampuan untuk mengembangkan bahan baku tersebut menjadi bahan-bahan komposit yang sangat berguna bagi kehidupan masyarakat di jaman sekarang ini dan juga nantinya. Kemampuan kita dalam mengembangkan teknologi permesinan menjadi sangat rendah karena lemahnya penguasaan kita di bidang _meta_lurgi ini. Apakah kita akan menjadi produsen bahan baku dan pembeli komposit sampai selama-lamanya?

Untuk bahan-bahan lain di luar logam, keadaan kita sama saja. Kita tidak menguasai teknologi bahan dasar tersebut. Bangsa kita selalu dipatok untuk menjadi penjual bahan mentah dan menggantungkan diri pada bahan olahan dari luar negeri.

Teknologi pertambangan mengalami nasib yang tidak berbeda jauh. Iran yang selama puluhan tahun mengalami tekanan politik dan ekonomi dari Amerika dan negara-negara barat lainnya malah sanggup membangun teknologi di bidang pertambangan minyak bumi dan berani menawarkan jasa keahlian pertambangan mereka untuk proyek-proyek di luar negeri. Sementara itu, Indonesia yang tidak mengalami tekanan seberat Iran, justru tidak pernah sampai pada tingkat kemampuan seperti Iran. Suatu hal yang memalukan.

Kita hanya bisa membuat tender proyek pertambangan dan yang mengerjakan proyek-proyek tersebut adalah bangsa asing karena kita tidak menguasai teknologi yang dibutuhkan untuk melakukan sendiri penambangan tersebut. Kita tidak menguasai teknologinya, akibatnya kita pun tidak bisa melakukan kontrol yang memadai terhadap aktifitas penambangan yang mereka lakukan di Indonesia selama ini.

Sebenarnya, kita juga punya kemampuan untuk menjadi negara yang maju di bidang teknologi ini. Karya bangsa kita di bidang teknologi konstruksi sudah mendapat pengakuan yang luas. Teknologi konstruksi sosrobahu dan juga teknologi pondasi cakar ayam adalah beberapa bukti yang cukup membanggakan bangsa kita.

Beberapa waktu yang lalu, kita sempat digemparkan oleh berita tentang ‘Blue Energy’. Teknologi dan dasar ilmiah bagi proyek blue energy sebenarnya memang ada dan masuk akal. Hanya saja, tahapan penelitian terhadap blue energy ini sebenarnya masih sangat dini, belum mencapai tahap layak dipasarkan. Dengan demikian, pemerintah perlu mangalokasikan tenaga ahli, waktu dan dana untuk mengembangkan ide blue energy ini lebih jauh lagi, sampai ke tahap layak untuk dimasyarakatkan. Jangan sampai kita di sini ribut saling menuduh, sementara itu pihak-pihak lain di luar negeri sudah bergerak untuk mengembangkannya, dan akhirnya kita menjadi konsumen dari ide yang sebenarnya dilahirkan oleh anak bangsa sendiri. Kita harus akhiri kebiasaan mengangkat diri sambil menginjak saudara sebangsa dengan akibat sama-sama tidak menghasilkan apa-apa selain menambah rasa saling curiga. Jika terus demikian, maka keuntungan yang seharusnya diraih oleh bangsa kita bisa berubah menjadi keuntungan bangsa lain, dan kita kembali menjadi konsumen mereka sampai selama-lamanya.

4. Transportasi

Aktifitas transportasi yang lancar dan efisien akan sangat membantu masyarakat di dalam menjalankan kegiatannya sehari-hari dengan mudah, lancar dan murah.

Saat ini, masyarakat memanfaatkan berbagai macam moda angkutan darat. Mulai dari sepeda dayung, sepeda motor, mobil pribadi, angkutan perkotaan, angkutan pedesaan dan angkutan besar antar propinsi. Di samping jenis-jenis kendaraan tersebut, masyarakat juga memakai angkutan kereta api sebagai salah satu alternatif moda angkutan jarak jauhnya.


Sayangnya, mayoritas moda angkutan tersebut ditenagai oleh bahan bakar fosil. Sebagaimana yang kita ketahui, bahan bakar fosil nantinya akan habis dan kalau kita tidak membuat antisipasinya mulai saat ini, maka kita bisa masuk ke dalam kondisi yang sangat menyedihkan. Memang, perkiraan tentang akhir dari masa pemanfaatan bahan bakar fosil masih belasan atau puluhan tahun ke depan. Akan tetapi, jika antisipasi yang dilakukan terlambat, maka biaya yang harus dikeluarkan untuk program adaptasi peralihan dari bahan bakar fosil ke sumber tenaga lainnya akan sangat besar. Tidak ada ongkos adaptasi mendadak yang murah.

Untuk kepentingan memulai program adaptasi tersebut, pemerintah bisa memakai sepeda baterai sebagai titik awalnya. Gerakan mempopulerkan sepeda baterai bisa digencarkan sambil memfasilitasi bantuan pendanaan bagi masyarakat yang berminat untuk memiliki sepeda baterai.

Pada tahap awal, mungkin baru pemasyarakatan sepeda baterai yang akan menjadi titik pusat kegiatannya. Selanjutnya, mulai diperkenalkan depot-depot penggantian baterai. Masyarakat pemilik sepeda baterai bisa menukarkan baterai kosongnya dengan baterai yang terisi penuh cukup dengan membayar harga dari daya baterai tersebut. Hal ini bisa dilakukan karena standarisasi baterai bisa diterapkan. Baterai tersebut bisa kita ibaratkan seperti tabung gas di mana masyarakat hanya berkepentingan terhadap gas yang menjadi isi dari tabung tersebut. Teknologi yang diterapkan atas baterai tersebut adalah baterai yang bisa diisi ulang daya listriknya secara leluasa seperti baterai ponsel. Dengan demikian, depot-depot baterai hanya perlu mengusahakan cadangan jumlah baterai yang mencukupi untuk melayani penukaran baterai dan alat pengisian listrik untuk baterai yang mereka terima dari pemilik kendaraan dan mereka bisa meraih keuntungan dari penjualan daya listrik baterai tersebut.

Di dalam pembahasan tentang penyediaan sumber energi disebutkan tentang pengembangan minyak biodiesel. Penggunaan baterai tidak akan mengganggu program pengembangan minyak biodiesel karena tenaga baterai hanya akan diarahkan bagi kendaraan-kendaraan yang berukuran kecil. Sekalipun tenaga baterai mungkin bisa mencapai nilai ekonomis untuk dipakai di kelas kendaraan beroda empat, akan tetapi untuk kelas kendaraan angkutan besar seperti bus, truk dan kereta api, minyak biodiesel lebih kuat untuk menjadi sumber tenaganya.

Ada berbagai keuntungan yang bisa didapat dari pemakaian baterai sebagai salah satu sumber tenaga yang dominan bagi aktifitas transportasi. Pertama adalah kecepatan transaksi. Pemilik kendaraan tidak perlu menunggu baterainya diisi ulang, ia bisa langsung menukarkan baterai kosongnya dengan baterai yang terisi penuh, membayar ongkos dan langsung melanjutkan perjalanannya. Kedua, baterai tidak menimbulkan polusi udara, berbeda jauh dengan bahan bakar minyak sebagai sumber tenaga bagi mesin kendaraan. Ketiga, desa-desa yang mandiri listrik bisa mendapatkan kesempatan untuk meraih penghasilan tambahan dengan membuka depot baterai ini.

Ide ini memang bukan merupakan ide yang bisa diterapkan langsung secara keseluruhan dalam jangka pendek. Pengembangan jenis baterai yang akan distandarisasi akan memakan waktu yang cukup lama. Pembangunan depot-depot baterai juga harus menunggu selesainya standarisasi baterai tersebut. Dengan demikian, baru pemasyarakatan sepeda baterai saja yang bisa langsung digencarkan dalam masa sekarang ini.

5. Kesenian Tradisional dan Modern serta Sektor Kreatif Lainnya

Bidang kesenian termasuk bidang yang memiliki kemampuan alami untuk tumbuh dan berkembang sendiri. Akan tetapi, bidang yang membutuhkan kebebasan serta keleluasaan di dalam menuangkan ide ini membutuhkan kondisi kesejahteraan umum yang baik agar bisa berkembang dengan leluasa dan memiliki cakupan yang luas.

Bidang kesenian modern merambah dimensi yang sangat beragam. Mulai dari ruang lingkup ide sampai pada media penyampaiannya. Karena luasnya dimensi yang dijangkau oleh bidang seni modern ini, maka program yang layak untuk dipertimbangkan – jika ingin memupuk tumbuhnya kesenian modern – adalah penyediaan arena-arena tertutup dan terbuka bagi ekspresi seni, pengagendaan dan bantuan pendanaan bagi forum-forum diskusi seni, pengagendaan serta dukungan dana bagi aktifitas pertunjukan seni, dan yang terakhir adalah dukungan moril dan dana bagi pembentukan sanggar-sanggar seni di lingkungan masyarakat. 


Untuk bidang kesenian tradisional, mengingat standar dan tata nilainya sudah relatif baku, maka bentuk dukungan yang bisa diberikan relatif lebih mudah untuk diprogramkan. Pokok perhatian yang paling utama adalah kebutuhan untuk mempertahankan siklus regenerasi seniman tradisional.

Untuk sektor kreatif lainnya, yakni para pengrajin, maka programnya adalah bantuan teknis kualitas, permodalan, pemasaran dan penggabungan potensi mereka ke dalam wujud kelompok-kelompok pengrajin. Kecenderungan munculnya situasi persaingan bebas akan diatasi dengan menanamkan semangat kebersamaan di dalam kelompok-kelompok pengrajin. Manfaat dari naiknya posisi tawar dalam pengadaan bahan baku dan di dalam penjualan sebagai dampak dari kolektifitas juga akan ditanamkan kepada mereka. Persoalan-persoalan yang dihadapi oleh unit-unit kerajinan tersebut akan diteliti dan akan dicarikan pemecahannya. Para pengrajin akan dilatih untuk mengelola arus kas unit usaha mereka dengan baik. Motivasi untuk mengejar kualitas produk yang lebih tinggi akan ditanamkan lewat cara-cara yang mudah dan senang mereka terima. Kompetisi yang tidak sehat di antara para pengrajin, yang membuat posisi tawar mereka terhadap para pengepul produk kerajinan menjadi sangat lemah, akan ditekan dengan cara memberikan gambaran kerugian yang telah lama mereka derita akibat lemahnya posisi tawar tersebut.

Dukungan terpadu bagi bidang seni dan sektor-sektor kreatif lainnya adalah melalui acara-acara pameran periodik. Acara pameran periodik ini bisa diselenggarakan bersamaan dengan masa-masa liburan sekolah dan masa panen raya. Pameran periodik tersebut akan dikemas dalam bentuk festival rakyat yang akan diselenggarakan di dalam masa liburan sekolah dan kuliah. Dan festival ini akan berlangsung dalam waktu yang relatif panjang, antara satu minggu sampai satu bulan. Segala produk seni dan kerajinan akan ditampilkan di dalam ajang ini.


Masih ada dua area pembahasan yang perlu untuk dicermati walau hanya sekilas saja. Yakni masalah komunikasi dan administrasi.

Untuk komunikasi, tidak banyak yang perlu disampaikan. Hanya ada satu hal yang perlu mendapat perhatian dari pemerintah. Kebebasan memperoleh informasi seharusnya menjadi hak warga yang perlu untuk dilindungi oleh pemerintah. Kengototan pemerintah untuk menggolkan UU Rahasia Negara justru menunjukkan bahwa pemerintah sedang menuju ke arah yang berlawanan dengan hak masyarakat untuk memperoleh informasi. Jika pemberangusan lalu lintas informasi tetap diterapkan di negara ini, maka aktifitas komunikasi masyarakat akan sangat terhambat dan ini akan membuat pertumbuhan kebudayaan Indonesia mengalami cacat yang serius. Masyarakat akan gagal mengembangkan kemampuan melakukan self-filtering dan akan menjadi korban empuk provokator di masa depan kalau pemberangusan lalu lintas informasi itu suatu saat nanti dihapuskan.

Sedangkan untuk aktifitas administrasi, hanya satu hal yang perlu mendapatkan perhatian. Selama korupsi masih merajalela di Indonesia, maka akan sia-sia saja setiap ide yang dilontarkan untuk bidang administrasi ini. Yang dibutuhkan adalah komitmen pemerintah dalam pemberantasan korupsi, bukan sekedar tarik ulur kepentingan.

Kesimpulan

Pembangunan kebudayaan adalah suatu usaha yang harus melibatkan berbagai segi kehidupan masyarakat. Dasar bagi sukses pembangunan kebudayaan adalah sumber pangan dan sumber energi yang mencukupi serta mandiri. Akan tetapi, kedua hal ini saja masih belum cukup untuk menjamin sukses pembangunan kebudayaan. Sumber pangan dan sumber energi adalah landasan bagi pembangunan kebudayaan, sedangkan pembentuknya adalah aktifitas-aktifitas kemasyarakatan itu sendiri. Aktifitas produksi, transportasi, komunikasi, rekreasi, edukasi dan administrasi itulah yang akan menentukan bentuk kebudayaan yang sedang dibangun oleh masyarakat.

Dalam penerapannya di lingkup Indonesia, program pembangunan kebudayaan ini akan disesuaikan dengan program-program nasional yang dicanangkan oleh pemerintah pusat. Fokus utamanya adalah membangun masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang memiliki kemandirian pangan, gemar membaca, aktif menyalurkan ide-ide kreatif serta aspirasi mereka dengan dilandasi oleh semangat kebersamaan. Strategi untuk mencapai target tersebut adalah dengan menciptakan program-program yang akan diterapkan di tingkat kelompok-kelompok masyarakat.

Sedangkan target yang ingin dilawan adalah pola pikir yang selama ini telah merusak sendi-sendi kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat seperti individualisme dan persaingan bebas. Kedua pola pikir yang bersumber dari paham kapitalisme ini memang bisa memberi keuntungan jangka pendek bagi para pelakunya, namun dampaknya di jangka panjang adalah hilangnya kebersamaan dan suburnya rasa saling curiga. Secara singkat, dampak buruk dari kapitalisme adalah hancurnya harmoni di tengah masyarakat.

Di kalangan masyarakat barat sendiri, dampak buruk tersebut sebenarnya sudah sangat menonjol. Hal ini bisa dilihat dari tingginya jumlah single parent, lonjakan angka penghuni penjara-penjara di negara-negara barat, tingkat konsumsi narkoba yang tertinggi di dunia serta tingginya angka penderita gangguan jiwa di tengah masyarakat mereka. Keunggulan teknologi dan finansial yang dilandasi oleh kapitalisme harus dibayar oleh kehancuran harmoni di dalam masyarakat barat.


Dalam hal membangun kebudayaan, maka kita perlu memperhatikan adanya tarik menarik kepentingan di antara semangat kolektif dengan semangat individualistis. Kegagalan untuk mencapai titik keseimbangan yang adil akan selalu membawa kita pada kehancuran kemanusiaan.

Paham kapitalisme sangat mengagungkan kepentingan individu dan berakibat pada hilangnya kepedulian terhadap sesama manusia dan terhadap alam. Segala sesuatu ingin diukur dengan nilai uang. Kerelaan tidak dikenal, yang ada ialah perhitungan untung-rugi. Bantuan ditakar dalam satuan mata uang. Bantuan yang berupa tindakan nyata akan dibebankan ke pundak petugas hukum, medis dan sebagainya. Masyarakat kapitalis sudah merasa peduli jika mereka sudah ikut dalam bidang pembiayaan. Kepedulian yang berbentuk tindakan terjun langsung mengatasi masalah adalah hal yang asing di mata mereka.

Di pihak lain, paham komunisme berniat untuk membangun kolektifitas. Namun kebencian yang berlebihan terhadap individualisme malah mendorong mereka untuk menempuh jalan yang justru menghancurkan kemanusiaan. Hak-hak individu dalam mengembangkan potensi dan aspirasinya dihancurkan oleh paham komunisme yang ingin mengejar kolektifitas dengan cara paksa. 


Keseimbangan yang adil bukan titik yang mudah untuk diincar, akan tetapi juga bukan sasaran yang hanya ada di dalam mimpi saja.

TUMBUH KEMBANG KEBUDAYAAN

Tumbuh kembang kebudayaan sangat erat kaitannya dengan tingkat pemenuhan sumber pangan dan energi bagi masyarakat pengusung kebudayaan yang bersangkutan.
Di jaman kuno, kebudayaan tumbuh dan berkembang mengikuti interaksi manusia dengan sumber pangan. Di masa ini, sumber pangan memegang peranan ganda dengan sekaligus menjadi sumber energi juga. Pola-pola aktifitas produksi, transportasi, komunikasi, rekreasi, edukasi dan administrasi pada masa itu mengikuti takaran ketersediaan sumber pangan masyarakat tersebut.

Jika sumber pangan melimpah, maka masyarakat yang bersangkutan bisa melahirkan kelompok-kelompok yang tidak perlu terlibat dengan aktifitas penyediaan sumber pangan. Ini berarti munculnya spesialisasi di berbagai bidang pekerjaan. Spesialisasi ini akan berujung pada peningkatan pengetahuan serta kedalaman pemaknaan bidang-bidang yang digeluti oleh masing-masing anggota masyarakat tersebut. Pertumbuhan spesialisasi ini akan mendorong kreatifitas masyarakat tersebut di dalam mengembangkan bentuk-bentuk kegiatan produksi, transportasi, komunikasi, rekreasi, edukasi dan administrasi yang lebih maju dan kuat. Pada akhirnya, kebudayaan masyarakat yang bersangkutan akan memunculkan karya-karya besar yang sanggup bertahan menghadapi tantangan ruang dan waktu.

Jika ketersediaan pangan hanya sedikit, maka minim pula kesempatan bagi masyarakat tersebut untuk melahirkan kelompok-kelompok yang tidak terikat dengan kegiatan penyediaan sumber pangan. Dengan demikian, mereka juga tidak punya banyak kesempatan untuk mengembangkan spesialisasi. Minimnya pertumbuhan spesialisasi ini membuat pertumbuhan kebudayaan mereka sangat terhambat karena minimnya potensi kreatif yang bisa muncul di tengah masyarakat mereka. Pada akhirnya, kebudayaan yang bisa mereka kembangkan hanya kebudayaan yang bersifat pragmatis (dibentuk dari hasil kegiatan sehari-hari) dan tidak mencapai tataran abstrak (dibentuk dari hasil perenungan yang mendalam).

Sedangkan di jaman modern, kebudayaan mengalami perkembangan yang sangat rumit. Revolusi industri menghasilkan lonjakan produksi sumber pangan yang diikuti oleh munculnya sumber energi – yang terpisah dari sumber pangan – sebagai salah satu faktor yang memiliki peranan sejajar dengan sumber pangan di dalam menentukan pertumbuhan kebudayaan.

Peluang untuk berkreasi mengembangkan aktifitas produksi, transportasi, komunikasi, rekreasi, edukasi dan administrasi sangatlah besar. Tingkat spesialisasi yang berkembang di dalam masyarakat modern sudah sedemikian jauhnya. Jika pada jaman dahulu seorang tabib bertanggung jawab untuk tindakan pengobatan terhadap berbagai macam penyakit sekaligus melakukan penelitian pengembangan obat-obatan, maka di jaman sekarang ini bahkan tindakan pengobatan saja sudah melahirkan begitu banyak spesialis. Ada spesialis jantung, paru-paru, gigi, kulit dan sebagainya. Di bidang penelitian pengembangan obat juga muncul berbagai macam spesialis, misalnya spesialis farmasi, spesialis mikrobiologi dan sebagainya.

Keuntungan dari tingkat spesialisasi yang sudah sangat tinggi ini adalah bahwa masing-masing spesialis itu akan dengan mudah melakukan observasi terhadap obyek ilmu pengetahuan mereka. Kemudahan dalam melakukan observasi ini pada ujungnya akan memungkinkan para spesialis untuk bisa menyajikan data dan informasi yang sangat akurat sesuai dengan bidang masing-masing. Sedangkan kerugiannya adalah bahwa para spesialis itu tidak akan mampu melakukan analisis yang bersifat terpadu atau lintas bidang ilmu. Ketidakmampuan dalam melakukan analisis yang terpadu ini akan membuat para spesialis itu cenderung menyajikan kesimpulan dan solusi yang mengabaikan hal-hal yang tidak bersangkutan dengan bidang ilmu pengetahuan mereka. Akibatnya, kesimpulan atau pun solusi yang mereka ajukan, jika ingin diterapkan ke dalam kehidupan masyarakat bisa memberi dampak yang berbahaya. Pandangan yang mereka miliki sudah sangat sempit, dan mereka cenderung tidak bisa melihat persoalan secara terpadu. Akibatnya, akan ada banyak faktor penting yang mereka abaikan. Seorang ekonom cenderung menilai persoalan masyarakat dari unsur-unsur yang bisa dinilai dengan uang saja. Ia cenderung mengabaikan faktor-faktor lain yang tidak bisa dinilai dengan uang. Seorang politikus cenderung menilai persoalan masyarakat dari unsur-unsur yang berhubungan dengan kekuasaan saja, ia tidak mampu melihat faktor-faktor lain di luar kekuasaan.

Untuk bisa menarik manfaat yang semaksimal mungkin dari tingkat spesialisasi yang sudah sangt tinggi ini, diperlukan upaya untuk melahirkan orang-orang yang memiliki kegemaran memandang persoalan kemasyarakatan secara terpadu. Kaum generalis ini memiliki keunggulan dalam hal kemampuan mereka untuk menilai persoalan masyarakat secara terpadu. Akan tetapi mereka juga memiliki satu kelemahan mendasar, yakni bahwa mereka tidak menguasai alat analisis yang dikembangkan dalam bidang-bidang spesialis. Dengan demikian, kaum generalis ini perlu untuk didampingi oleh para spesialis yang akan mendukung lewat penyajian data dan informasi yang akurasinya tinggi sehingga kesimpulan yang diambil oleh kaum generalis ini bisa lebih dipertanggungjawabkan validitasnya.
Memang benar, ada masyarakat yang masih harus berkutat dengan urusan sumber pangan dan sumber energi sehingga mereka tidak bisa mengembangkan kebudayaan mereka secara leluasa. Akan tetapi, banyak juga masyarakat yang sudah memiliki kelimpahan pangan dan energi sehingga mereka bisa mengembangkan kebudayaan mereka dengan sangat leluasa. Perkembangan pesat di bidang seni, ilmu pengetahuan dan teknologi telah memunculkan jalur-jalur interaksi yang baru dan sangat banyak di antara berbagai masyarakat. Berbagai dampak dari terbukanya jalur-jalur interaksi ini membuat pola perkembangan kebudayaan secara global menjadi saling mempengaruhi dan terkadang saling berlawanan. Beragam masyarakat di dunia sekarang ini mengalami berbagai macam pertemuan dan juga perbenturan antar kebudayaan yang terkadang membawa hasil yang bermanfaat, namun tak jarang juga merugikan.

Tentu saja, sisi baik dan sisi buruk dari kebudayaan yang mereka kembangkan itu akan selalu ada. Kebudayaan barat yang berlandaskan pada materialisme, walaupun bercabang menjadi kapitalisme dan sosialisme, ternyata menurunkan derajat manusia menjadi sama dengan faktor produksi. Pandangan yang menurunkan derajat manusia ini lalu menimbulkan timbulnya eksploitasi yang berlebihan antar sesama manusia. Sedangkan masyarakat timur memiliki kecenderungan untuk merasa inferior dan secara sembrono menelan tawaran dari kebudayaan barat tanpa menyaringnya terlebih dahulu.

Di sisi lain, kita bisa melihat bahwa pengaruh yang bersifat independen dari kedua sumber ini (yakni sumber pangan dan sumber energi) menjadi semakin nyata di jaman modern. Ketersediaan sumber pangan tanpa disertai kecukupan sumber energi hanya akan membuat aktifitas transportasi, komunikasi dan produksi terhambat. Hasil panen sulit terdistribusi, menghadapi resiko kebusukan dan tidak memberi manfaat bagi masyarakat. Ketersediaan sumber energi tanpa kecukupan sumber pangan hanya akan membuat masyarakat terpusat perhatiannya pada urusan mengejar penghasilan demi mengisi perut saja karena kelangkaan pangan otomatis meningkatkan kompetisi untuk memperoleh bahan pangan. Secara umum, kelemahan dalam penyediaan salah satu sumber tersebut akan berdampak pada minat masyarakat untuk mengembangkan aspek lain dari kehidupan mereka di luar aspek kebutuhan dasar. Jika ketersediaan salah satu dari kedua sumber itu rendah, maka kebudayaan tidak akan banyak berkembang karena kehidupan akan menjadi sangat mahal bagi masyarakat dan konsentrasi masyarakat hanya akan terpusat pada urusan mengisi perut saja. Penyediaan pangan dan energi yang melimpah dalam tingkat harga yang terjangkau oleh masyarakat akan memperbesar peluang lahirnya kalangan-kalangan yang mampu berkonsentrasi menumbuhkan kesenian, filsafat dan iptek di tengah lingkungan masyarakatnya. Jika aktifitas kemasyarakatan seperti produksi, transportasi, rekreasi, edukasi, komunikasi dan administrasi bisa ditopang oleh ketersediaan pangan dan energi yang cukup, maka kebudayaan tersebut akan mudah didukung dan dikembangkan oleh masyarakat yang bersangkutan.

Memang ada beberapa kasus di mana suatu negara tetap bisa mengandalkan ketersediaan sumber pangan mereka dari pasokan luar negeri, seperti yang terjadi dengan Singapura dan Swiss. Akan tetapi tidak banyak negara yang bisa menjalankan hal tersebut. Keunggulan kedua negara ini di bidang perdagangan dan investasi membuat mereka mampu untuk mencukupi kebutuhan pangan mereka lewat cara membeli. Faktor penting lainnya yang membuat kedua negara ini mampu menjalankan praktek seperti itu adalah karena kecilnya wilayah mereka serta sedikitnya jumlah penduduk mereka. Mereka tidak akan kesulitan untuk mencari penjual yang mampu memenuhi kebutuhan pangan mereka yang jumlahnya tidak terlalu besar. Negara-negara lain yang cukup mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya dengan cara membeli pada umumnya adalah negara-negara yang kaya sumber minyak bumi, karena besarnya penghasilan yang mereka terima dari penjualan minyak bumi itu. Jika praktek tersebut dijalankan oleh negara dengan wilayah yang luas, berpenduduk banyak namun pendapatannya tidak banyak, hasilnya adalah bom waktu yang setiap saat bisa meledak mencelakakan bangsa itu sendiri.

Namun penyediaan pangan dan energi ini tentu saja harus ikut mempertimbangkan faktor kompetisi. Beragam masyarakat di dunia ini telah mengembangkan banyak pemikiran dan kebudayaan yang khas milik mereka dan sedang gencar dipromosikan ke seluruh dunia. Di antara semua itu, maka yang paling gencar berpromosi dan juga paling tinggi kemampuan kompetitifnya adalah masyarakat barat yang mengusung budaya serta paham kapitalisme. Dengan mengandalkan kapitalisme, masyarakat barat terbukti mampu menghasilkan pangan dan energi secara massal dan murah. Potensi paham kapitalisme tidak boleh dipandang enteng karena paham ini sudah terbukti mampu menopang kehidupan masyarakat barat sebagai masyarakat pengusung budaya yang dilandasi oleh paham ini. Dan realitas yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah kondisi di mana jaring-jaring kapitalisme sudah menerobos jauh ke dalam berbagai sendi kehidupan masyarakat Indonesia, baik dalam bentuk kelembagaan maupun dalam bentuk pola pikirnya. Diperlukan penyikapan yang arif terhadap produk kompetitif dari masyarakat kapitalis karena jika kita menawarkan sesuatu hal kepada masyarakat, lantas tawaran kita itu mampu disaingi atau bahkan dikalahkan oleh penawaran dari pihak lain, maka kita tidak boleh begitu saja menyalahkan masyarakat jika mereka berpaling ke pihak yang – menurut pandangan mereka – memberi penawaran lebih baik.

Indonesia: negara kepulauan berwatak agraris

Jika dilihat dari fakta geografisnya, mayoritas wilayah negara kita adalah wilayah laut. Hanya sepertiga saja dari wilayah negara kita yang merupakan wilayah daratan. Dari segi historisnya, pada jaman dahulu, wilayah nusantara ini menjadi ajang perebutan pengaruh antara berbagai macam kerajaan maritim. Pada jaman dahulu, kerajaan-kerajaan nusantara yang berhasil menguasai wilayah cukup besar adalah kerajaan-kerajaan maritim.

Semua fakta ini seharusnya membangun watak bangsa kita menjadi suatu bangsa maritim. Akan tetapi, kenyataannya, bangsa kita justru dengan bangga memperkenalkan diri sebagai bangsa agraris. Mengapa? Pengamatan sekilas terhadap sisi sejarah bangsa ini mungkin akan bisa memberi sedikit petunjuk mengenai keanehan yang terjadi dengan bangsa kita ini.

Dimulai dari masa kejayaan Sriwijaya di Sumatera. Pada masa kejayaannya, ibukota Sriwijaya menjadi salah satu pusat kebudayaan yang cukup dihormati di kawasan Asia. Banyak bhiksu dari kalangan Budha berdatangan ke ibukota Sriwijaya untuk menuntut ilmu. Kekuatan angkatan laut Sriwijaya cukup disegani di wilayah perairan Asia Selatan dan Timur. Armada dagang Sriwijaya juga merupakan salah satu armada dagang yang aktif berdagang sampai jauh ke India dan juga ke China. Pertumbuhan dan kebesaran Sriwijaya dibangun dengan tumpuan kekuatan maritimnya. Dengan visi maritimnya, kerajaan Sriwijaya mendapatkan dua macam keuntungan. Pertama adalah volume perdagangan yang sangat besar karena membangun pola perdagangan antar pulau dan antar kerajaan yang tersebar di mana-mana. Kedua adalah pengendalian atas jalur perdagangan di wilayah yang dekat dengan kerajaan Sriwijaya. Pengendalian ini memberi keuntungan berupa pajak perdagangan yang sangat besar jumlahnya. Dan hasil dari visi maritim ini adalah tumbuhnya suatu kerajaan maritim yang kaya, disegani serta menguasai wilayah yang cukup luas.

Kerajaan maritim berikutnya yang mempunyai wilayah luas adalah Majapahit. Sebenarnya pengiriman berbagai ekspedisi armada laut sebenarnya sudah dilakukan oleh raja Kertanegara dari Singasari, akan tetapi sifat dari ekspedisi-ekspedisi tersebut baru sebatas menjalin persekutuan untuk menghadapi invasi dari China - yang saat itu sedang dikuasai oleh dinasti Yuan dari bangsa Mongol. Dengan runtuhnya Singasari, yang kemudian disusul oleh kejatuhan Kediri melalui pemanfaatan kekuatan ekspedisi militer kekaisaran China oleh Raden Wijaya, maka berdirilah kerajaan Majapahit. Kerajaan Majapahit merupakan kerajaan maritim yang aktif mengirim ekspedisi dalam rangka penguasaan wilayah. Cukup banyak kerajaan nusantara yang berhasil dimasukkan ke dalam wilayah kerajaan Majapahit. Prestasi puncak dari kegiatan penyatuan wilayah ini adalah pada masa administrasi maha patih Gajah Mada yang bekerja di bawah raja Hayam Wuruk. Wilayah yang dikuasai oleh Majapahit menjangkau mulai dari Campa (Kamboja sekarang ini) sampai ke pulau-pulau kecil di sebelah timur seperti kepulauan Maluku dan Nusa Tenggara.

Ketika kerajaan Majapahit mengalami keruntuhan, posisinya digantikan oleh kerajaan Demak yang masih memiliki karakter maritim. Keberhasilan Demak untuk menjalin persekutuan dengan Malaka membuat jalur perdagangan Majapahit terhambat dan mempercepat keruntuhan kerajaan Majapahit. Walaupun wilayah kekuasaan Demak tidak begitu luas, tetapi masih sanggup menjangkau berbagai pulau dan memiliki kedudukan politik dan kekuatan angkatan laut yang sangat disegani di wilayah perairan nusantara.

Keruntuhan Demak yang dilanjutkan dengan munculnya kerajaan Pajang merupakan titik balik yang menandai kebangkitan karakter agraris dan kejatuhan karakter maritim. Kerajaan Pajang adalah kerajaan agraris yang mengambil alih tongkat estafet kepemimpinan utama di wilayah pulau Jawa. Karena mengandalkan kekuatan tentaranya pada masyarakat petani, maka runtuhlah karakter maritim dari kerajaan besar nusantara yang selama ini dibangun oleh Sriwijaya, Majapahit dan Demak.

Munculnya kerajaan Mataram sebagai penerus kerajaan Pajang semakin menegaskan kehancuran karakter maritim dari bangsa Indonesia ini. Kerajaan Mataram adalah kerajaan yang murni bertumpu pada masyarakat petani sebagai sumber kekuatan militernya. Kerajaan lain di wilayah nusantara tidak memiliki cukup kekuatan untuk bangkit dan menguasai wilayah yang cukup luas. Baik kerajaan Banten dan Cirebon di wilayah pulau Jawa, maupun kerajaan Makasar, Banjar serta Ternate dan Tidore di luar wilayah pulau Jawa, semuanya tidak tidak cukup kuat untuk mengembangkan wilayah kekuasaannya.

Masuknya bangsa Eropa ke wilayah nusantara – yang berlanjut dengan penjajahan berabad-abad oleh Belanda di Indonesia – seharusnya menyentak kesadaran bangsa kita untuk bisa membangun kembali kekuatan maritim, membangun kendali atas jalur perdagangan dan meningkatkan volume perdagangan antar pulau. Akan tetapi, kerajaan Mataram ternyata tidak bergeming. Kerajaan ini tetap mengandalkan diri pada masyarakat petani dan mengabaikan visi maritim. Akibatnya, pihak penjajah Belanda bisa dengan seenak hati menguasai begitu banyak wilayah di kepulauan nusantara ini dengan memanfaatkan kelemahan maritim dari kerajaan Mataram dan kerajaan-kerajaan lain di wilayah nusantara.

Memasuki masa kemerdekaan, seharusnya kita mengambil kesempatan tersebut untuk membangun kembali watak maritim bangsa Indonesia. Namun, apa boleh buat, dua pemimpin pertama bangsa kita adalah orang-orang yang bertumbuh dari kalangan agraris. Hasilnya, watak agraris justru menjadi semakin subur di kalangan bangsa Indonesia. Visi pengembangan wilayah laut hanya menjadi slogan tanpa isi. Kekayaan laut kita hanya menjadi ajang penjarahan oleh pihak-pihak asing.

Angin segar sempat berhembus ketika, di masa reformasi, Presiden Gus Dur membentuk kementrian yang secara khusus mengurus wilayah laut Indonesia. Akan tetapi, karena terlalu getol melakukan akrobat politik, Gus Dur akhirnya tumbang dan digantikan oleh Megawati sebagai presiden. Masa kepresidenan Megawati tidak banyak menghasilkan apa-apa bagi kepentingan maritim Indonesia. Tongkat kepemimpinan kemudian beralih ke SBY sebagai presiden. Akan tetapi, visi yang diajukan oleh SBY juga tidak banyak menggugah rakyat untuk mau memahami bahwa seharusnya kita ini menjadi bangsa maritim, dan bukannya bangsa agraris.

Pada hemat saya, sudah saatnya kita menyadari bahwa fakta geografis negara kita adalah negara kepulauan dan oleh karenanya, watak yang harus kita bangun adalah watak sebagai bangsa maritim. Bangsa yang berhasil membangun karakternya dengan mengikuti kondisi alam wilayahnya akan mampu mengolah diri dan lingkungannya secara maksimal. Kalau kita terus menerus berkutat dengan sugesti bahwa kita ini adalah bangsa agraris, maka kita tidak akan pernah mampu mengolah wilayah laut kita dengan baik. Laut seharusnya kita pandang sebagai lambang kemakmuran (melalui armada kapal niaga), lambang kekuatan (melalui pengendalian jalur perdagangan laut) dan lambang kemajuan (melalui eksplorasi serta pengolahan kekayaan laut). Sudah saatnya kita membangun kembali watak maritim yang telah tenggelam selama berabad-abad ini.